Membaca berita di media online atau situs berita tidak senyaman baca koran atau majalah. Di era internet ini kita mengakses berita di situs web atau media online. Awalnya, baca berita di media online nyaman-nyaman saja, seperti baca koran atau meda cetak lainnya.
Namun, belakangan, baca berita di media online tidak lagi nyaman. Bukan saja karena media online itu tampil di “layar” (sreen) komputer atau ponsel, tapi juga teks-teks berita, alinea demi alinea, banyak “diganggu” dengan tautan (link) –misalnya Baca Juga— dan sisipan video. Apalagi jika videonya “autoplay”.
Lebih menjengkelkan lagi, banyak –atau kebanyakan– situs berita saat ini menyajikan informasi secara “multipage” atau “multiplepages”, berhalaman-halaman, tidak utuh dalam satu halaman. Multipage mengharuskan kita klik “halaman selanjutnya” atau klik tombol halaman 1, 2, 3, dan seterusnya.
Mending jika halaman berikutnya masih berisi banyak informasi. Ini mah kadang-kadang, sering bahkan, isinya satu alinea bahkan kosong sama sekali!
Mengapa Baca Media Online Tidak Nyaman?
Mengapa demikian? Mengapa baca berita di media online tidak senyaman baca koran?
Hal ini terkait dengan karakteristik media online sendiri yang “multimedia”. Sajian berita di media online bisa menggabungkan semua format konten: teks, gambar, audio, video.
Selain itu, audiens media online ada dua, manusia dan mesin. Manusia yaitu pembaca. Mesin adalah mesin pencari, terutama Google.
Jadi, tulisan atau berita di media online itu harus juga mudah diindeks oleh mesin pencari. Karenanya, tulisan di media online menerapkan Search Engine Optimization (SEO) atau Pengoptimalan Mesin Pencari.
Di antara strategi SEO itu adalah linkbuliding atau penyertaan tautan (link internal dan eksternal) dan kini video. Menurut pakar SEO, video memperkuat SEO karena video disukai pengguna internet.
Multipage yang “split” atau memotong naskah berita menjadi beberapa halaman itu juga untuk SEO, yakni untuk meningkatkan tampilan halaman (pageviews). Apalagi pageviews ini juga berpengaruh terhadap penghasilan AdSense yang merupakan sumber utama pendapatan media online.
Tanpa link, video, dan iklan pun, sebenarnya mengakses media online memang tidak nyaman. Menurut studi, baca “layar” itu membuat mata cepat lelah. Kekuatan mata untuk baca layar media online 26% lebih rendah daripada saat baca koran atau media cetak lainnya.
Bagaimana dengan Iklan?
Nah, soal iklan ini saya sudah bikin postingannya: Jangan Benci Iklan, Berkatnya Informasi Jadi Gratis!
Tidak seperti koran yang harus kita beli atau langganan, baca media online itu gratis. Ada juga sih beberapa konten yang harus dibayar –namanya “premium content”. Tapi umumnya berita di situs-situs berita itu gratis.
Apa Anda bayar buat baca detik.com, republika.co.id, kompas.com, ccnindonesi.com, atau situs berita liannya? Nggak kan? Nah, lalu dari mana biaya produksi berita itu? Dari mana gaji wartawan yang bikin berita kalau bukan iklan?
Jadi, jika situs berita, juga blog seperti romeltea.com ini banyak iklan (AdSense), relakan saja, bahkan klik iklannya jika memang menarik dan sesuai dengan kebutuhan Anda!
Macam tayangan televisi lah…! Kita sering “diganggu” dengan selingan iklan. Baru juga beberapa menit, bahkan detik, eh si presenter bilang “Jangan ke mana-mana, kami akan kembali setelah yang satu ini!”
Welcome to digital era. Sumber informasi utama adalah media online. Koran adalah masa lalu, meski masih ada yang bisa –atau “terpaksa”– bertahan. Meski tidak senyaman baca koran, baca media online gratis dan informasinya “unlimited”.
Orang bilang era internet adalah era media online sekaligus era “banjir informasi” (information overload). Bukan saja karena banyaknya media online (website berita dan non-situs berita), tapi juga karena konten buatan pengguna (user generated content).
Dalam era globalisasi, semakin banyak orang terkoneksi dengan internet untuk melakukan penelitiannya sendiri dan telah diberi kemampuan untuk memproduksi sebanyak data yang diakses pada situs. Pengguna telah dikalsifikasikan sebagai pengguna aktif karena semakin banyak orang dalam masyarakat berpartisipasi dalam Era Informasi dan Digital. Karena terlalu banyak akses informasi inilah terjadi kejenuhan informasi tanpa mengetahui validitas konten dan risiko misinformasi.