Tips Humas: Cara menghadapi wartawan.
BAGAIMANA cara menghadapi wartawan, terutama wartawan amplop (alias Wartawan Gadungan, Wartawan Bodrex, WTS (Wartawan Tanpa Suratkabar), CNN (Cuma Nanya Nyanya), Muntaber (Muncul tanpa berita)?
Itulah “pertanyaan favorit” yang selalu muncul setiap kali saya menjadi pemateri pelatihan jurnalistik dengen peserta kalangan instansi dan sekolah di daerah.
Jadi pertanyaan favorit karena hampir semua peserta kerap merasa “terganggu” dengan kedatangan wartawan “teu puguh” (gak jelas).
Jawaban saya sebagai berikut:
Cara Menghadapi Wartawan
Cara menghadapi wartawan yang datang ke kantor Anda, hakikatnya sama seperti SOP Customer Service bagian Front Office.
1. Ramah
Perlakukan wartawan yang datang sebagai tamu –disambut ramah, dipersilakan masuk/duduk, disuguhi minum –juga makanan jika ada.
2. Tanya identitas
Tanyakan nama, nama medianya, dan jika perlu minta ditunjukkan identitasnya (Press Card). Jika meragukan, minta contoh medianya dan telepon kantor redaksinya untuk konfirmasi.
3. Tanya tujuan
Tanyakan maksud kedatangannya. Jika mau wawancara, layani dengan baik. Jika sekadar silaturahmi, ngobrol-ngobrol, layani saja layaknya tamu. Jika Anda sibuk, sampaikan saja baik-baik.
4. Pemeras? Laporkan!
Jika ia memeras, mengancam, atau sejenisnya, perlakukan dia sebagai “preman berkedok wartawan”. Dengan nada bercanda saya katakan, “Serahkan ke petugas kemanan atau laporkan ke polisi!”
5. Pengemis? Salurkan!
Jika ia “memelas”, minta “sesuatu” selain informasi, berarti dia “pengemis berkedok wartawan”, ia termasuk kaum dhuafa. Maka, dengan nada bercanda saya katakan, “Arahkan dia ke dinas sosial, lembaga amil zakat atau lembaga pemberdayaan fakir-miskin!”
6. Mengancam? Rileks!
Jika ia mengancam menjelek-jelekkan citra sekolah atau lembaga Anda, biarkan saja, dia salah, mencemarkan nama baik, bisa dilaporkan ke Dewan Pers bahkan langsung ke polisi dengan dakwaan “pencemaran nama baik”.
Lagi pula, saya bilang, “Biasanya dia dari koran abal-abal, biarin aja, gak ada yang baca kok!” Lebih penting lagi, jangan lakukan pelanggaran atau penyalahgunaan dana dan wewenang! Kalau “bersih”, mengapa harus takut?
Cara mengadukan wartawan ke Dewan Pers dan formulir aduannya bisa dilihat di situs resmi Dewan Pers.
Wartawan profesional dijamin tidak akan merepotkan
Saya tekankan, wartawan profesional dijamin tidak akan merepotkan, tidak akan mengganggu, pastinya akan sopan-santun, ramah, dan hanya meminta informasi (wawancara).
Penyataan saya ini diamini seorang peserta.
“Ya, Kang! Benar, saya pernah kedatangan wartawan koran nasional, sopan, asyik, gak minta apa-apa selain tanya-tanya cari info! Setelah itu permisi pulang!”
Memang demikian. Setelah beres wawancara, wartawan profesional akan mengucapkan terima kasih dan pulang.
Jika disodori uang, ia akan menolak karena wartawan punya kode etik jurnalistik, salah satunya tidak menerima suap atau pemberian apa pun dari narasumber –selain informasi dan konfirmasi.
Saya juga menekankan pentingnya peran humas (public relations). Saya sarankan pihak sekolah menunjuk “tim khusus” untuk melayani wartawan, lebih baik di sekolah juga ada bagian humas untuk menjalin hubungan baik dengan wartawan (media relations).
Banyak sekali keuntungan jika kita berhubungan baik dengan wartawan. Lewat medianya, wartawan bisa membantu sosialisasi atau promosi kepada publik, memberi kesempatan kepada kita guna menjelaskan posisi atau sikap kita terhadap suatu isu, dan sebagainya.
Demikian cara menghadapi wartawan. Wasalam. (www.romeltea.com).*