Enakan Mana, Wartawan atau Penyiar?

“Kang, enakan mana, jadi wartawan atau penyiar?” Tanya seseorang.

Jawab saya, dua-duanya enak, sama-sama enak, derajat kenikmatannya sama.

Tapi… enakan jadi penyiar dheng, soalnya, kalo sebagai penyiar, ekspresi dan aktualisasi diri lebih bebas dan leluasa, terlebih bisa lebih dekat dengan pendengar.

Keunggulan penyiar dari wartawan tuh, penyiar punya fans!

Kalo wartawan punya fans? Ya punya lah, tapi karena sulit dekat, jarang berkomunikasi, fans juga sulit dideteksi. Beda ama penyiar. Kalo penyiar, interaksi langsung dengan pendengar. Jadi, deket banget.

Selama belasan tahun jadi wartawan, jarang sekali ada orang yang pengen ketemu saya, “ngejar” saya, datang ke kantor redaksi misalnya. Jarang banget.

Baca Juga

Kayaknya, pembaca tuh nggak terlalu peduli sama wartawan atau siapa penulis berita. Yang mereka pedulikan kan beritanya, bukan yang membuatnya. Mengapa coba? Karena komunikasi wartawan-pembaca tidak langsung, bahkan cenderung formal, menggunakan teori komunikasi massa.

Sedangkan komunikasi penyiar-pendengar, meski termasuk komunikasi massa, tapi style-nya menggunakan “interpersonal communication”, jadinya deket deh… ada fans deh… mau ketemuan deh… dan deh deh yang lain.

Nah, ketika jadi penyiar juga, saya rasakan perbedaan perlakuan dan kelakuan (audience behaviour) antara pembaca dan pendengar.

Kalo pembaca cenderung pasif, pendengar mah aktif. Minta no HP lah, mau ketemu lah, malah sering “ngejar2” dengan alasan pengen ultah bareng saya lah, apa lah…. Gak jarang lho penyiar “jadian” ama pendengarnya! Tapi, langka deh kayaknya wartawan “jadian” ama pembacanya. Tul gak?

Satu lagi, wartawan tidak identik dengan hiburan, meskipun ada wartawan hiburan –khusus meliput berita-berita dunia entertainment termasuk artis, aktor, film, dll. Tapi penyiar, identik dengan entertainer.

Ya, penyiar itu penghibur, entertainer, kayak artis/aktor dan penyanyi gitu…. Penyiar menghibur pendengarnya dengan memutarkan lagu, ngebodor, nge-joke, siaran gokil, de el el…

Udah dulu ah, mau meluncur ke Kampus UIN Bandung neeh. Saya dipercaya oleh salah seorang ketua jurusan untuk mewakilinya di sebuah acara. Mantap bener nih Pak Kajur, appreciate and friendly betul sama saya, hatur nuhun pak kajur…

Nanti deh dibahas lebih serius dan mendalam lagi, bila perlu “ilmiah”, tentang “beda rasa” dan “beda dunia” antara wartawan dan penyiar ini. So, Stay Tuned… eh, kok kaya lagi siaran aja ya… !

Simak terus blog ini. Lagian, lupa tuh ngebahas jenis-jenis wartawan, ada wartawan cetak, radio, televisi… nanti deh… Wasalam.*

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 comments

  1. ass.wr.wb
    kalo saya mah pak setuju dengan penyiar karena penyiarkan dekat dengan pendengar dan saya jga pingin punya fans maka dengan itu saya setuju milih penyiar dibanding wartawan karena wartawan jauh sekali dengan fans dan dimana kalo wartawan punya fans c fans itu jga susah sekali menghubungi c wartawan karena kesibukannya lebih dari penyiar segitu saja tanggapan dari saya tentang artikel bapak hatur tank Qyu artikelnya ya pak dosen yang baek ^_^
    mudah”an doakan saya ya pak untuk bisa jadi penyiar
    (amien……)

  2. ass.wr.wb
    alo pak kumaha damang hehehehe
    pak saya mau menanyakan apakah bahasa jurnalistik itu penting bagi masyarakat atau tidak dan apakah bahasa jurnalistik itu dapat dipahami oleh masyarakat atau tidak ?

    segitu saja pertanyaan dari saya
    wassallam.wr.wb
    aldy_Jurnalistik_C

    (*) Layanan konsultasi dengan saya di sini, liat jawabannya di sana ya..

  3. Asallamualiakum
    pak saya copy tulisan bapak ya…saya mau baca!!!!
    tetap kocak ya pak klo ngjar di jurnalistik B semester 3!!!!
    sukses selalu ya pak.Wss

  4. Assalamu’alaikum pak dosen
    Satelah saya membaca artikel kang romel, eh bapak romel maksudnya, yang “Enakan Mana Jadi Wartawan, atau Penyiar”. Betul sekali pak, saya setuju dengan bapak. Dan menurut saya juga emang enakan jadi penyar gitu dee…..!!! Kalo wartawan kan kudu (red-harus) mencari berita, malahan tidak sedikit perjuangan yang dilakukan untuk mencari barita. Sedangkan penyiar tinggal santei aja nunggu berita jadi, lalu disiarin tuh berita. Bahkan tidak sedikit artis yang berawal dari seorang penyiar…… Wah kayak nya saya jadi semakin tertarik yeuh jadi penyiar, sugan we atuh pak tiasa ikut andil di belantara per”artisan” Indonesia (Amien…..)
    Pokoknya mah pak semangat terus untuk menulis, dan insya Allah saya pun akan terus membaca artikel-artikel bapak. Karena penulis yang baik adalah seorang pembaca yang baik pula (Amien….. lagi)