Jurnalistik hari ini jelas berbeda dengan jurnalisme masa lalu. Jurnalistik hari ini adalah jurnalisme internet, jurnalisme digital, atau jurnalistk online, bukan lagi jurnalisme media cetak seperti awal jurnalistik lahir dan berkembang.
Jurnalisme hari ini jauh berbeda dengan yang dulu –jurnalisme cetak dan penyiaran yang kini disebut “jurnalisme konvensional”.
Di masa lalu, Anda menerima sebagian besar berita dan informasi dari koran lokal Anda yang diterbitkan setiap pagi.
Jika Anda tidak mendapatkannya di sana, Anda mendengarkan radio atau menonton berita malam televisi setelah makan malam.
Saat ini, mengandalkan hanya satu sumber untuk menerima semua berita dan informasi, tampaknya tidak pernah terdengar. Surat kabar masih ada, tetapi masih banyak lagi yang harus kita ikuti. Kita tidak perlu menunggu sepanjang hari untuk berita terbaru – kita hanya menunggu beberapa detik untuk mengetahui apa yang terjadi di luar sana.
Sekarang kita melihat berita seperti yang terjadi daripada mendapatkan rekapnya pada hari berikutnya. Dengan munculnya internet dan stasiun berita 24/7, kita memiliki banyak sumber berita langsung di ujung jari kita.
Jurnalisme secara keseluruhan telah berubah. Alih-alih punya waktu untuk memeriksa fakta, jurnalis didesak untuk menjadi yang pertama menyampaikan berita. Ketergesaan untuk pertama kali ini sering menyebabkan kesalahan informasi yang dipublikasikan, menyebabkan kebingungan dan terkadang kemarahan.
Apa yang dulunya merupakan dosa besar, sekarang tidak lagi menjadi masalah, karena menjadi orang pertama yang mempublikasikan adalah prioritas. Kecepatan menjadi “panglima” dalam jurnalistik hari ini.
Akurasi dinomorduakan karena jurnalistik sekarang dengan mudah bisa mengedit, memperbarui, bahkan menghapus berita yang sudah dipublikasikan.
Mari kita lihat apa itu jurnalisme hari ini.
Apa sebenarnya jurnalisme?
Jurnalisme adalah tindakan mengumpulkan, menilai, menciptakan, dan menyajikan berita dan informasi. Ini juga merupakan produk dari kegiatan ini.
Jurnalisme adalah produk dari setiap surat kabar yang Anda baca, setiap stasiun berita yang Anda tonton, dan setiap artikel berita yang Anda baca secara online di situs berita atau media siber.
Jurnalisme dimaksudkan untuk menempatkan kepentingan publik di atas segalanya dan menggunakan metode khusus untuk mengumpulkan dan menilai informasi.
Dengan kata lain, jurnalisme dimaksudkan untuk memberi manfaat bagi masyarakat, dan jurnalis harus secara rutin memeriksa apa yang mereka laporkan untuk memastikan informasi tersebut diverifikasi dan akurat.
Pentingnya Jurnalisme Data
Efek samping lain dari internet dan jumlah data di ujung jari kita adalah munculnya jurnalisme data (data journalism).
Jurnalisme data adalah penggunaan data dan angka untuk mengungkap, menjelaskan dengan lebih baik, atau memberikan konteks pada sebuah berita.
Data dapat menjadi alat yang digunakan untuk mengisahkan sebuah cerita, sumber yang menjadi dasar sebuah cerita, atau keduanya pada saat yang bersamaan. Ini sering melibatkan penggunaan statistik, grafik, dan infografis.
Jurnalisme data menjadi penting karena, di dunia sekarang ini, siapa pun yang memiliki smartphone dan akun media sosial, dapat menjadi jurnalis.
Berbagai sumber menambahkan informasi melalui media sosial, blog, dan video saat peristiwa sedang berlangsung. Ini adalah informasi yang berlebihan, dan opini seringkali mengaburkan fakta.
Tujuan jurnalisme data adalah menjadi orang yang memberikan konteks pada suatu peristiwa dan bertujuan untuk menjelaskan apa artinya sebenarnya.
Contoh yang sangat baik dari jurnalisme data adalah cerita yang diterbitkan ProPublica tentang kepunahan hewan di seluruh dunia. Menggunakan data dari studi biologi baru-baru ini, mereka menemukan bahwa tingkat kepunahan saat ini menyaingi tingkat kepunahan massal yang memusnahkan dinosaurus 65 juta tahun lalu.
Jurnalisme di Era Web Terbuka
Web terbuka telah mengubah segalanya. Cara kita mengonsumsi data tidak akan pernah sama. Data biasanya datang dalam bentuk yang tetap dan lengkap. Buku, surat kabar, dan dokumenter. Ketika Anda menerimanya, itu sudah jadi dan dalam bentuk akhirnya.
Dengan berita digital di web terbuka, sumber berita Anda hampir seperti sesuatu yang hidup dan bernapas. Ia selalu berubah, selalu berkembang, dan terus berkembang. Posting blog yang baru saja Anda baca dapat diedit dan direvisi beberapa kali!
Ada informasi di mana-mana yang dikonsumsi orang kapan saja mereka mau. Mereka tidak perlu lagi pergi ke toko untuk membeli buku atau koran. Yang harus mereka lakukan adalah merogoh saku mereka, membeli paket data, atau mencari Wi-Fi gratis untuk koneksi internet, dan memasukkan pencarian Google, dan mereka akan menemukan banyak informasi yang diperlukan.
Wartawan saat ini menghadapi serangkaian tantangan baru. Mereka bukan lagi ahli pelarian di bidang yang mereka tulis. Saat ini, pembaca mereka mungkin lebih pintar, dan lebih terinformasi daripada mereka.
Sekarang jika Anda tidak mendengarkan mereka, bekerja dengan mereka, bekerja untuk mereka, memberi mereka apa yang mereka inginkan dan butuhkan, mereka akan pergi ke tempat lain. Masih banyak tempat lain yang bisa mereka kunjungi. Namun, karena ini, berita palsu telah menjadi skenario yang terlalu umum.
Apa yang Hilang dari Jurnalisme Hari Ini?
Bahkan dengan munculnya internet, stasiun berita 24/7, media sosial, dan smartphone, ada sesuatu yang hilang dari jurnalisme saat ini.
Kita lebih terhubung dengan berita yang pernah kita kunjungi. Perusahaan berita memiliki jurnalis yang bekerja sepanjang waktu yang dapat mendorong kita untuk mendapatkan berita saat itu terjadi, tidak peduli kapan itu terjadi.
Kita lebih terinformasi daripada sebelumnya, dan kita memiliki pilihan tak terbatas di mana kita ingin mengonsumsi berita. Jadi, apa yang kita lewatkan? Jawabannya sederhana.
Waktu.
Satu hal yang tidak dimiliki wartawan lagi adalah waktu. Mereka harus menjadi yang pertama. Mereka harus cepat. Mereka tidak punya waktu lagi untuk tenggelam dalam cerita mereka. Mereka tidak punya waktu untuk belajar dan merenungkannya pada cerita mereka.
Mereka mengandalkan kutipan dari pakar lain untuk membentuk cerita mereka.
Jurnalisme investigasi sejati adalah seni yang perlahan memudar. Salah satu alasan utamanya adalah uangnya sudah tidak ada lagi. Melakukan bagian investigasi nyata membutuhkan banyak waktu, yang pada gilirannya membutuhkan banyak uang.
Pendapatan iklan yang mereka peroleh untuk cerita kemungkinan akan menjadi sebagian kecil dari biaya untuk memproduksinya.
Karena itu, jurnalisme investigasi digantikan oleh 5-10 posting blog sehari yang tidak akan pernah memiliki substansi sebanyak karya investigasi yang sebenarnya.
Itu dia Potret Jurnalistik Hari Ini yang dikemukakan laman Master in Communications.
Clickbait: Jurnalisme Umpan Klik
Jurnalisme hari ini –di media online atau situs berita– adalah juga jurnalisme umpan klik (clickbait journalism). Wartawan online “harus” menyembunyikan substansi berita di judul, bahkan di teras (lead), agar link beritanya diklik dan webnya dikunjungi.
Tidak hanya itu. Sajian beritanya juga dipotong-potong, berhalaman-halaman (multiple pages), demi page views dan durasi halaman dibuka pembaca. Tujuan akhir tak lain adalah AdSense!
Kita kini terbiasa melihat judul berita yang menggunakan kata “ini” atau “begini” bahkan “segini”. Itu judul umpan klik. Sebagian jurnalis online juga masih “lebay” dengan menuliskan kata-kata “wow” dan sejenisnya.
Jurnalisme umpan klik terjadi akibat wartawan mengalami disorientasi dari semula bertujuan menyampaikan informasi (to inform) –sebagaimana fungsi dan peran pers— menjadi ingin mendapatkan trafik, visitor, atau pageviews demi penghasilan iklan (AdSense).
Ankesh Anand, dari Indian Institute of Technology, dalam tulisannya yang berjudul “We used Neural Networks to Detect Clickbaits: You won’t believe what happened Next!” mengatakan, clickbait merupakan istilah untuk judul berita yang dibuat untuk menggoda pembaca. Biasanya menggunakan bahasa yang provokatif nan menarik perhatian.
Fenomena clickbait mencuat dalam dunia digital khususnya media online, tujuannya hanya satu untuk menarik pembaca atau warganet masuk ke sebuah situsweb dan mendulang apa yang disebut sebagai page view atau jumlah klik yang masuk.
Selain judul umpan klik, potret jurnalistik hari ini (jurnalisme online) juga terbawa arus media sosial. Banyak judul berita mirip update status pengguna Facebook atau Twitter. Kaitan jurnalisme dan media sosial dengan bagus diulas dalam “Eksistensi Jurnalisme di Era Media Sosial“.
Kehadiran media sosial juga menjadi tantangan bagi media konvensional, seperti koran, televisi, dan radio. Kecepatan informasi dari media sosial biasanya lebih cepat dibandingkan dengan media konvensional. Hal ini dimaklumi karena memang jurnalisme harus mengedepankan disiplin verifikasi atau check and recheck.*