Jurnalisme sampah (garbage journalism) bukan pemberitaan tentang sampah seperti pabrik sampah PLTSa, melainkan salah satu sisi gelap jurnalistik.
Saya pertama kali menemukan istilah garbage journalism di laman Tourch Marketing yang kini sudah tidak bisa diakses lagi. Judulnya “Clickbaits Journey from Journalism to Garbage”.
Tourch menyatakan judul-judul umpan klik (clickbait) yang kini dipraktikkan banyak situs berita merupakan jurnalisme sampah.
Memang jurnalisme sampah yang berkembang saat ini adalah umpan klik yang menyembunyikan substansi berita di judul dengan harapan linknya diklik. Kata-kata yang sering digunakan misalnya “ini” dan “begini”.
Kata “sampah” yang merujuk pada media atau website berita (media siber/media online), juga saya dengar langsung dari dua wartawan senior. Saat menyebutkan sebuah nama situs berita, keduanya “kompak” mengatakan: “Itu mah sampah, Mel!”
Ia menjelaskan, jurnalisme sampah itu akibat orientasi wartawan atau media yang berubah. Dari semula “to inform” menjadi “to click” atau “to read”. Demi trafik, pageviews, dan akhirnya AdSense!
Jurnalisme sampah dalam bahasa Inggris disebut garbage journalism, trash journalism, dan junk journalism. Istilah ini merupakan sindiran keras bagi wartawan atau media yang menerapkan jurnalisme umpan klik (clickbait journalism) dan yang melabrak kaidah jurnalistik.
Pengertian Jurnalisme Sampah
Urban Dictionary mendefinsikan jurnalisme sampah sebagai “berita yang ditulis tanpa penelitian, investigasi, atau informasi yang memadai sebelum dipublikasikan.”
“Jurnalisme sampah bertujuan untuk mempromosikan lalu-lintas (trafik kunjungan) ke situs berita atau untuk mendapatkan perlindungan publik dengan mengarang paket kebohongan yang mengkhawatirkan kepada pembaca berita.”
Mengutip laman Chicago Reader, jurnalisme sampah juga merujuk pada pemberitaan yang sepihak (tidak berimbang) dan tidak menerapkan disiplin verifikasi.
Laman Helifax Examiner juga membahas jurnalisme sampah versi lainnya, yaitu pemberitaan yang sejatinya merupakan propaganda pemerintah atau pemberitaan yang pro-rezim.
Jurnalisme sampah menurut Helifax juga pemberitaan yang tidak menaati kaidah jurnalisme atau kode etik jurnalistik. Jika ada berita yang hakikatnya iklan, maka harus ditandai sebagai iklan (ads).
Lalu, bagaimana jurnalisme yang baik? Jurnalisme profesonal menaati kode etik jurnalistik, juga menjalankan sembilan elemen jurnalisme.
Sebuah artikel di laman Washington Post menjelaskan, jurnalisme sampah adalah jurnalisme yang mengabaikan integritas dan kompetensi jurnalisme. Ditegaskan, jurnalisme harus berpihak pada kebenaran (fakta).
Penguasaan topik atau bidang liputan juga merupakan hal penting bagi wartawan. Ketidakpahaman wartawan atas topik pemberitaan yang ditulisnya, akan mengarah pada jurnalisme sampah.
Jika sebuah media menerapkan jurnalisme sampah, termasuk umpan klik, maka layaknya sampah… akan dibuang pembaca!