Khotbah Jumat gak pake lama, ringkas saja. Singkat, jangan panjang-panjang. Demikian kata teori public speaking. Kata Nabi Saw juga!
JAMAAH sholat Jumat seringkali dibuat “jengkel” oleh khotbah (khutbah) yang lama, panjang-lebar lagi tak fokus.
Akibatnya, alih-alih menerima “wasiat takwa” dan pesan Islam yang disampaikan khotib, jamaah malah “menggerutu” di lubuk hati terdalamnya”, in the bottom of their heart, dan sebagian “oknum” jamah itu malah lelap tertidur! Masya Allah…
Konon, kebanyakan khotib Jumat memang suka berlama-lama menyampaikan khotbahnya.
Betapa sering kita mendengar jamaah yang “bergunjing” selepas sholat atau sekadar “bisik-bisik” kepada temannya. Kebanyakan sih “memendam kejengkelan” karena taku malah berdosa.
Kenapa Khotbah Jumat Suka Lama?
Mereka, para “oknum” khotib itu, mungklin lupa, khilaf, setidaknya akan dua hal:
Pertama, Rasulullah Saw memerintahkan para khotib untuk menyampaikan khotbah secara singkat dan memperlama sholat.
Dari Abul Yaqdlan ‘Ammar bin Yasir r.a. berkata: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: ” Sesungguhnya lamanya shalat seseorang dan singkatnya khutbah itu adalah membuktikan mahirnya agama seseorang, oleh karena itu perpanjanglah shalat dan persingkatlah khutbah” (HR. Muslim).
“Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (H.R. Abu Dawud).
Khotbah yang berpanjang-panjang, apalagi datar, monoton, dan tidak memberi pencerahan, membuat jamaah bosan dan mengantuk.
Kedua, dalam perspektif komunikasi, khususnya teknik public speaking, pembicaraan panjang –apalagi monoton dan tidak fokus, sangat tidak efektif, sulit dipahami, dan tidak disukai audiens.
Akibat khotbah terlalu lama bin panjang nan lebar, maka komunikasi atau penyampaian pesan (wasiat takwa yang menjadi rukun khotbah) pun bisa gagal: pesan tidak sampai kepada khalayak.
Jadinya, khotbah berlama-lama bisa mubazir, percuma, karena jamaah tidak menyerap materi yang disampaikan.
Khotbah Jumat: Perspektif Public Speaking
Para ahli public speaking mengingatkan, “One of the worst mistakes you can make as a public speaker is talking too long.” Kesalahan terburuk public speaker adalah berbicara terlalu lama.
“Be Brief in Public Speaking,” ujar Stephen D. Boyd, Ph.D., guru besar “speech communication” di Northern Kentucky University, USA, dalam tulisannya “Be Brief in Public Speaking” di situs School for Champions.
“Berabad lalu, pembicara hebat sering berbicara dua jam atau lebih. Tapi kini… audiens lebih suka pembicaraan singkat, to the point, mudah dimengerti. Maka… berbicaralah dalam kalimat pendek, frase pendek, dan kata-kata pendek pula,” imbuhnya.
“Be Brief When Giving a Speech!” Ron Kurus memperkuatnya.
Anda mungkin sepakat dengan ungkapan: pembicaraan pendek, juga tulisan pendek, lebih disukai dan lebih mudah dipahami, ketimbang pembicaraan dan tulisan panjang yang bertele-tele.
Pembicara, termasuk khotib, memang sering “terlena”, lupa waktu, dan memperpanjang pembicarannya karena merasa belum menyampaikan semuanya. Di sinilah pentingnya “fokus” dan “self-control”.
Khotib Jumat memang tidak bisa diprotes saat menyampaikan khotbahnya.
Selama khotib menyampaikan khotbah, jamaah tidak boleh protes, tidka boleh berbicara, tidak boleh ngobrol, harus dengerin khotib.
Berbicara “ssttt” saja, kata Nabi, bisa lagha, ibadah Jumat jadi sia-sia. Begitu ‘kan, Ustadz?
“Apabila engkau berkata kepada temanmu di hari Jum‘at, ‘Diamlah’, padahal imam sedang berkhutbah, maka sesungguhnya engkau telah berbuat sia-sia (laghâ)” (HR Bukhari).
“Siapa mengatakan, ‘Diamlah,’ berarti ia telah berbicara, dan siapa yang berbicara maka sesungguhnya tidak ada shalat Jum‘at baginya” (HR Ahmad)
Apakah itu artinya khotib menjadi untouchable?
Ya, jamaah tidak bisa protes, kecuali –lazim terjadi di banyak masjid—“oknum” jamaah tiba-tiba mengatakan “Aamiin…” jika khotib dirasa terlalu lama menyampaikan khotbah. Astagfirullah… bagaimana ini, Ustadz?
Khotib memiliki kekuasaan absolut di mimbar, saat Jumatan. Nah lho, jangan-jangan… “absolute power tends to corrupt absolutely?” Masak sih…
Usul ana sih, khotbah jangan terlalu lama, juga jangan terlalu singkat. Yang sedang-sedang saja, mungkin 15 menit paling lama.
Mungkin sampaikan satu hadits atau ayat saja, lalu sampaikan tafsirnya dan dikaitkan dengan masalah aktual, beres.
Maka, para khotib, maaf lho… cuma usul.. siapkan materi sebaik mungkin, lalu fokus, jangan melebar sana-sini. Mungkin, satu ayat atau satu hadits, lalu dijelaskan, cukup kali ya… Bukan begitu, Ustadz? Wallahu a’lam. Wasalam. (www.romeltea.com).*
Ingat cerita ustadz saya, dulu pernah ada orang yang mengingatkan seseorang yang mengisi khotbah jum’at dengan cara mengangat tangan kemudian orang tersebut berkata, “mohon di persingkat”. 🙂
sayangnya, jamaah jumat juga akan menggerutu kalau imam shloat bacaannya panjang2 walaupun khutbah singkat..
gimana kumaha tuh kang?
ya, surat yang dibaca juga jangan terlalu panjang, ‘kan bacaan surat mah SUNAH, bukan wajib
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Kang..
Coba deh sekali kali jangan yang tua tua aja yang maju di mimbar..saya lebih senang lihat yang muda khotbah di jumat..gak ngantu. Oh ya kang..saya link situsnya ya..
assalamalaikum.
betuL itu kanG. Ringkas saja. to the point.
dan lebih bagus khotib itu yang tegas. pedas. berani.
tp sesuai al-quran dan sunnah. bagus lagi klo pas slesei jumat msih ad jamaah yg penasarn dgn khutbah yg pendek tp bersemangat tsb.
jd dia bs tanya2 sm khotibnya. betul ga kang??mudah2 banyak khotib jumat yg baca tulsan akang ini.
wassalam.
Ya, semoga juga ada pelatihan khotbah jumat untuk mengingatkan para khotib tentang syarat, rukun, dan “etika” khotbah jumat sebagaimana dicontohkan Rasul.