Kontroversi Penulisan Singkatan SWT dan SAW

Penulisan singkatan “SWT/Swt” (Subhanahu wata’ala) bagi Allah dan “SAW/Saw” (Shallallahu ‘alaihi wasallam) bagi Nabi Muhammad menjadi kontroversi. Pendapat pertama, tidak boleh menyingkatnya. Pendapat kedua, membolehkannya. Bagaimana penulisan yang baku?

 

penulisan swt saw

 

Pendapat pertama (tidak boleh menyingkat) mengacu kepada fatwa-fatwa ulama, seperti Fatwa Lajnah Ad-Daimah (Dewan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia):

“Yang disunnahkan adalah menulisnya secara lengkap –shallallahu ‘alaihi wasallam– karena ini merupakan doa. Doa adalah bentuk ibadah, begitu juga mengucapkan kalimat shalawat ini.”

Baca Juga

As-Suyuthi berkata dalam kitabnya Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi:

“Dibenci menyingkat shalawat dan salam dalam penulisan, baik dengan satu atau dua huruf seperti menulisnya dengan slm3, bahkan semestinya ditulis secara lengkap.” (Majalah Asy Syari’ah/bakkah.net).

Jadi, menurut pendapat pertama ini, kita tidak boleh menyingkat shalawat dan salam dengan cara apa pun –Swt, Saw, Wr Wb, r.a., dll. dengan alasan karena didalamnya ada bentuk do’a dan pengagungan kepada Allah yang telah disyari’atkan.

Ada juga yang menuliskan ALLAH dengan huruf “4JJ1″. Tidak boleh kita menulis seperti ini karena “4JJ1″ telah diselewengkan maknanya menjadi “For Judas Jesus Isa Al-Masih”.

Argumentasi pendapat pertama ini sepenuhnya “pendapat”, tidak menyertakan dalil Quran ataupun hadits yang secara jelas, eksplisit, atau qath’i melarang penyingkatan itu.

Mungkin itu sebabnya, dalam Fatwa Lajnah Daimah, digunakan ungkapan  “Yang disunahkan…”, bukan “Yang diwajibkan…”.

Boleh Menulis SWT & SAW

Pendapat kedua (yang membolehkan) mengatakan, tidak ada nash Qur’an dan Hadits yang secara tegas (sharîh) melarang singkatan itu, sebagaimana dipaparkan Muhammad Arifin (Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran) sebagai berikut:

Saya tidak menemukan nashsh –baik al-Qur’an maupuh Hadis– yang secara tegas (sharîh) melarang menyingkat tulisan subhânahu wa ta‘âlâ menjadi SWT. (atau swt.) dan shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjadi SAW. (atau saw.). Saya juga belum menemukan nashsh yang secara tegas mengharuskan untuk menulis ucapan tersebut secara panjang apa adanya.

Sejumlah pakar tafsir yang tergabung dalam Tim Penyusunan Tafsir Ringkas Kementerian Agama RI yang saat ini sedang menggarap penyusunan tafsir tersebut dalam salah satu pertemuannya sepakat untuk menulis subhânahu wa ta‘âlâ dengan singkatan SWT. dan shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjadi SAW. dalam buku tafsir ringkas yang sedang disusun. Itu lebih karena alasan-alasan teknis.

Di dalam Mushaf al-Qur’an sendiri, kita juga menemukan sejumlah tulisan yang disingkat. Tanda-tanda waqf (perhentian), misalnya. Ada huruf mîm (م) yang merupakan singkatan dari lâzim: harus berhenti. Artinya, pada ayat yang bertanda م, kita harus berhenti. Ada huruf jîm (ج) yang merupakan singkatan dari jâ’iz: boleh berhenti, boleh teruskan.

Ada huruf lâm alif (لا) yang berarti larangan (‘jangan’): kependekan dari jangan berhenti pada ayat yang bertanda itu. Ada shâd lâm yâ (صلى) yang merupakan singkatan dari al-washlu awlâ: terus membaca (tidak berhenti) lebih utama daripada berhenti, meskipun berhenti juga tidak dilarang. Ada lagi qâf lâm yâ (قلى) yang merupakan singkatan dari al-waqfu awlâ: berhenti lebih utama meskipun kalau kita tidak berhenti juga boleh. Dan sebagainya. Jadi, sekali lagi, ini lebih menyangkut persoalan teknis.

Di dalam literatur-literatur klasik Islam berbahasa Arab, kita juga tidak jarang menemukan tulisan shallallâhu ‘alaihi wasallam dalam bentuk singkatan. Ada yang hanya dilambangkan dengan satu huruf (shâd), ada yang dengan empat huruf (shâd, lâm, ‘ain, dan mîm).

Demikian pula dengan radhiyallâhu ‘anhu yang sering disingkat dengan satu huruf (dhâd). Ulama-ulama dahulu yang menulis singkatan seperti itu, saya percaya, bukan orang yang bodoh!

Memang ada sebagian ulama kontemporer yang melarang penyingkatan seperti itu, dengan dalih ucapan-ucapan seperti itu adalah doa yang tidak seharusnya disingkat.

Hemat saya, sejauh kita (jika sebagai penulis) tidak bermaksud mengaburkan subtansi dari singkatan-singkatan seperti itu, dan sejauh kita (sebagai pembaca) membacanya atau melafalkannya secara lengkap, penulisan singkatan seperti itu sah-sah saja karena alasan pertimbangan teknis tadi. Apalagi memang tidak ditemukan larangannya. Karena, hal itu tidak mengurangi substansi dari kalimat-kalimat itu.

Kita, misalnya, ketika membaca tulisan “Rasulullah saw.” tetap membacanya dengan “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam” secara utuh. Tulisan “Assalamualaikum wr. wb.” juga kita baca lengkap “Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh”. Dengan begitu, kandungan doa yang terdapat dalam ucapan-ucapan itu tetap kita baca utuh walaupun tulisannya singkat. Demikian, wallahu a’lam. [Muhammad Arifin – Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran/Sumber: http://alifmagz.com/?p=17344].

 

Lalu, Bagaimana?

Bagi saya, ini masalah “cabang” (furu’iyah) yang tak perlu diperdebatkan, apalagi sampai “jadi musuhan”. Ini hanya soal tata bahasa, bukan masalah akidah, apalagi sudah sangat dipahami maksudnya.

Jadi, bagi saya penulisan singkatan SWT dan SAW tidak jadi masalah, namun penulisan lengkap tetap lebih baik dan utama (afdhal).

Lagi pula, ini soal “bahasa tulisan” sehingga jika “dilisankan” tetap diucapkan lengkap –-Subhanahu wa ta’ala, Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dalam perspektif komunikasi, hakikat sebuah tulisan adalah komunikasi, penyampaian pesan.

Jika pesan sudah dapat diterima atau dimengerti –plus berdampak sebagaimana dikehendaki komunikator– oleh komunikan, maka komunikasi itu berhasil.

Penulisan SWT/Swt (singkatan Subhanahu wata’ala) dan SAW/Saw (Shallallahu ‘alaihi wasallam) adalah bagian dari komunikasi tulisan.

Pembaca atau komunikan sudah mengerti SWT atau SAW itu kependekan/singkatan dari Subhanahu wata’ala dan Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kedua istilah itu sudah sangat populer, sebagaimana umumnya orang sudah mengerti singkatan seperti Jkt (Jakarta), Bdg (Bandung), dsb (dan sebagainya), dll (dan lain-lain), utk (untuk), alm (almarhum, thn (tahun), tgl (tanggal), fb (facebook), otw (on the way), dan sebagainya.

Wallahu a’lam. (www.romeltea.com).*

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

18 comments

  1. Haduh, yang saya cari bukan ini. Mohon bantuannyay yang bisa jawab, “kalo sedang menulis karya ilmiah apakah menggunakan S. W. T. atau seperti biasa yaitu SWT tidak perlu menggunakan titik? ”

    1. Penulisan beberapa singkatan dalam agama Islam yang baku menurut PUEBI (d/h EYD):
      – Allah Swt.
      – Nabi Muhammad saw.
      – Nabi Ibrahim a.s.
      – Khadijah r.a.

  2. Apasih susahnya nulis? Beratnya dimana sih tinggal nulis? Toh ada pahala di dalamnya. Kalaupun nama saya Soleh Adi Saputra Utama juga gak mau lah ditulis Soleh ASU. Apalagi sama Allah dan Rasulullah.

  3. Masya Allah, postingan yang sangat bermanfaat. Terkadang kita memang harus positive thinking kepada orang lain. Setiap tulisan yang singkat itu, sudah dipikirkan secara matang-matang oleh tata bahasa Indonesia, karena orang orang telah mengetahui kepanjangan dari kata itu. Sebaiknya tulisan tak harus dipermasalahan, yang terpenting itu kita dapat mengucapkannya dengan benar. Setiap orang bebas berpendapat, namun kita juga harus menghargai pendapat orang lain. Jika kita ingin dihargai, maka berusahalah untuk menghargai orang lain pula. Hati akan menjadi keras karena ego, maka tetap berhuznudzon kepada siapapun 😊 . Semangat Mimin ….

    1. Artinya bagaimana? … “terpujilah” Allah yang memberikan kebahagian kepadanya … gitu? … kepadanya itu siapa? … saya kurang paham … tolong lebih spesifik lagi …

  4. Admin yg bilang gak usah diperdebatkan krn ini masalah furu’ sementara admin juga yg bahas ini masalah ini.

    Pengen ketawa takut dosa.

  5. Menurut saya sih kalau penulisan singkatan yg biasa digunakan dan di perbolehkan oleh MUI gak masalah yg penting dalam Penulisan Arabicny yg gak di ganti2.

    kalo untuk 4JJ1 dll sangat Kontroversi sekali , dalam penerjemahan Al QUr’an tdk digunakan.
    singkatan yg tdk Lazim digunakan di Hadist atau Al qur’an , memang ber Evek Kontroversi jika diteruskan Ntar anak2 penerusnya akan mengikuti demikian .

    apalagi jalur sms maupun singkatan tapi jangan di bikin Alay , Inget Kesesatan Umat Terdahulu krna mengganti dan merubah Firman Allah .

  6. masalah seperti ini sebenarnya tidak perlu terlalu diributkan.. bukan berarti saya memperkecil masalah.

    Dalam bahasa manusia, bisa tertulis, bisa simbol, bisa komunikasi.

    kita liat aja lah lampu merah di perempatan jalan raya? dengan simbol lampu merah, hijau, kuning, orang tahu kapan saatnya jalan, berhenti, dan hati-hati..

    g perlu ditulis secara lengkap, klo lampu merah harus berhenti, atau lampu hijau silahkan jalan.. dan seterusnya..

    sederhana sekali. mana yang lebih baik? lampu merah atau ditulis lengkap?

    tidak selamanya menulis secara lengkap dan panjang lebar itu baik.. dan tidak selamanya pula menyingkat-nyingkat itu baik pula atau tidak afdhal.

    uumat Islam indonesia, semua paham ketika ada tulisan Allah SWT maksud dari SWT itu pasti subhanahu wata’ala.

    atau Nabi Muhammad SAW, shallallahu ‘alaihi wa sallam.

    justru dengna adanya seperti ini orang akan semakin mudah. dalam penulisan, dan cepat mengerti dan paham maksudnya.

    penulisan al-Qur’an dan peneympurnaan penulisannya saja itu sudah dpaat dijadikan pelajaran berharga .. dulu huruf arab, hanya terdiri dari tulisan tanpa titik sama sekali, sehingga huruf Qaf dan Fa sama tidak ada bedanya, agar tahu, dan mengerti, mana huruf fa dan qaf, diberi tanda titik. tanda satu fa, tanda dua qaf.

    lantas itu belum lenkap, ditanmbah lagi harakat, untuk membedkan mana kasrah, fathah, dhommah dan sterusnya.

    coba anda bayangkan kalo harus ditulis lengkap, huruf fa, ditulis panjang fa, tanpa menggunakan simbol titik. berapa kertas atua berapa panjagn tulisannya.

    seperti juga yang baru-baru ini, tentang singkatan ASS, ASW, pada sms. itu juga diributkan. padahal baik pengirim dan penerima tahu maksudnya apa, yaitu assalamu ‘alaikum. g perlu lah dipanjang2. toh dipanjangkan juga sama artinya, tahu maksudnya, malah mempersulit penulisnya sendri..

    wassalam..

    1. Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

      cuma mau Nambahin , , ,
      dalam menanggapai
      {
      seperti juga yang baru-baru ini, tentang singkatan ASS, ASW, pada sms. itu juga diributkan. padahal baik pengirim dan penerima tahu maksudnya apa, yaitu assalamu ‘alaikum. g perlu lah dipanjang2. toh dipanjangkan juga sama artinya, tahu maksudnya, malah mempersulit penulisnya sendri..
      }

      Jelas Gak Bolehh..!! pasti bakal diributkan krna ISLAM sudah mengatur dari HAL SEPELE sampe yg BESAR. cobalah ajarkan penulisan yg lengkap meski membuat tangan dan jari anda pegel2.

      krna tulisan yg Kontroversi bisa berevek pada Umat Penerus krna ikut2n , kesesatan umat terdahulu karena Perusakan pada ke aslian kalimat dan kata-katanya. ini bisa jadi masuk kegolongan Fitnah.

      jadi berhati-hati membuat Fatwa sendiri tanpa didukung oleh dalil tertentu yang didukung oleh beberapa ulama.

      saya bukannya ingin memfonis saudara Muslim sebagai golongan Khawarij yg membuat subat2 dan kerancuan dalam Agama Islam. saya hanya ingin meluruskan . Mungkin itu pendapat anda saya bisa terima ..

      Rasulullah bersabda :
      “Pada akhir zaman akan muncul suatu kaum yang usianya rata-rata masih muda dan sedikit ilmunya. Perkataan mereka adalah sebaik-baik perkataan manusia, namun tidaklah keimanan mereka melampaui tenggorokan sebagaimana terlepasnya anak panah dari busurnya. Maka di mana saja kalian menjumpai mereka, bunuhlah! Karena hal itu mendapat pahala di hari Kiamat.” (HR. Al Bukhari no. 6930, Muslim no. 1066).

      tolong pahami hadist tersebut baru membuat keputusan.
      wuallahu a’lam

      Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wabarakatuh.