Tanya: Wartawan merupakan pekerjaan yang elite, namun saat ini banyak wartawan gadungan, menjamur di daerah-daerah, banyak pihak yang mengeluh. Seperti bunga bangkai satu, gimana tanggapan ASM tentang niiiiiiiiiih gitu?
Jawab: Yang Anda “keluhkan” itu fenomena wartawan gadungan, WTS (Wartawan Tanpa Suratkabar), wartawan muntaber (muncul tanpa berita), wartawan amplop, wartawan abal-abal, alias wartawan palsu!
Kenapa saya sebut wartawan palsu atau gadungan, karena wartawan profesional atau wartawan beneran mah, wartawan sejati, tidak akan membuat takut, tidak akan menjengkelkan, tidak akan nyebelih atau pikageuleuheun tur pikaresepeun peureup! (ngerti ora Son?)
Wartawan gadunga, WTS, abal-abal yaitu orang yang mengaku wartawan, padahal bukan atau wartawan.
Sebaiknya dicek dan dites juga tuh mereka, bisa menulis berita ‘gak?
Wartawan sebenarnya adalah wartawan yang menaati kode etik jurnalistik. Kode etik wartawan a.l. menyebutkan:
- Wartawan tidak menyalahgunakan profesi
- Wartawan tidak menerima suap –uang, benda, atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pengurus Dewan Pers pernah menyebutan klasifikasi atau kategori wartawan sebagai berikut:
- Wartawan Gadungan
- Wartawan Abal-Abal
- Wartawan Profesional
Baca: Jenis-Jenis Wartawan menurut Dewan Pers
UU No. 40/1999 tentang Pers menegaskan:
- Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
- Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
- Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
Saya mengistilahkan wartawan gadungan dengan dua sebutan:
- Pengemis berkedok wartawan — meliput peristiwa tapi dibarengi minta duit ke narasumber, merengek gak punya ongkos, dengan media tempatnya bekerja tidak jelas, abal-abal, tidak berbadan hukum.
- Preman berkedok wartawan — jika perimintaan duit itu disertai ancaman atau teror.
Para wartawan profesional yang taat kode etik juga sudah MUAK dengan mereka!
Tanya saja kawan-kawan wartawan beneran, pasti mereka muak dengan fenomena yang merusak citra atau nama baik wartawan itu!
Wartawan menjamur di daerah mungkin karena masyarakat di daerah belum paham dunia wartawan sebagaimana masyarakat kota.
Sangat baik jika diadakan banyak pelatihan jurnalistik di daerah, mulai level desa hingga kecamatan dan kabupaten, agar mengenal dan memahami dunia jurnalistik, wartawan, pers, dan siap menghadapi “bahaya laten wartawan gadungan”. Wasalam. (www.romeltea.com).*