Tips Wawancara Jurnalistik untuk Wartawan Pemula

wawancara-jurnalistikBERIKUT ini tips bagi wartawan pemula yang hendak melakukan wawancara jurnalistik.

Wawancara jurnalistik (journalism interview) adalah wawancara yang dilakukan wartawan untuk menggali informasi.

Cara terbaik dalam melakukan wawancara adalah bersikap alamiah, tidak dibuat-buat. Sebuah wawancara tidak mesti dalam suasana formal.

Wawancara sebenarnya hanyalah sebuah obrolan biasa dengan seseorang tentang topik tertentu. Namun selain mendengarkan, pewawancara juga menyimak dan mencatat ucapan narasumber.

Teknik Wawancara Jurnalistik: Persiapan

1. Lakukan Persiapan! 

Don’t go to an interview unprepared.

Read More

Jangan melakukan wawancara tanpa persiapan. Carilah referensi di koran atau buku tentang topik wawancara yang akan Anda lakukan. Milikilah sejumlah informasi di kepala Anda sebelum memulai wawancara.

2. Siapkan Pertanyaan.

Have your questions ready.

Siapkan pertanyaan. Jangan berharap narasumber Anda akan menceritakan kepada Anda apa yang ingin Anda ketahui. Pertanyaan yang Anda siapkan juga membantu Anda dalam mengorganisasikan pemikiran Anda, selain mengingatkan Anda untuk mendapatkan semua jawaban  yang Anda inginkan.

3. Buat Janji dengan narasumber.

Make an appointment.

Buatlah janji dengan narasumber. Anda tidak bisa masuk ke sebuah kantor resmi yang sangat padat aktivitas dan mendapatkan 30 menit waktu luang narasumber tanpa membuat janji dulu. Lantas, pastikan Anda datang tepat waktu.

4. Berpakaian rapi dan sopan.

Dress properly. Berpakainlah serapi mungkin. Bersiaplah dan tunjukkan respek kepada narasumber dengan berpakaian rapi.

5. Siapkan alat wawancara.

Bawalah selalu tiga benda setiap kali melakukan tugas wawancara jurnalistik: pensil, kertas, dan a grain of salt. Bersikaplah sedikit skeptis, jangan percaya apa pun yang diceritakan kepada Anda.

Teknik Wawancara Jurnalistik: Pelaksanaan

1. Kenalkan diri.

Perkenalkan diri dan media tempat Anda bekerja. Tataplah narasumber Anda. Jangan buru-buru mengambil catatan. Beberapa narasumber mungkin akan gugup begitu melihat bahwa setiap kata yang diucapakannya ditulis oleh Anda.

2. Konfirmasi nama dan ejaan nama narasumber.

Seringkali, pertanyaan pertama yang diajukan adalah bagaimana mengeja nama narasumber. Jangan bergantung pada ejaan yang pernah Anda lihat dari sumber lain karena bisa saja salah.

Kesalahan mengeja nama merupakan cara pertama untuk kehilangan kredibilitas. Ucapkan nama narasumber secara benat dan gunakanlah nama itu selama Anda melakukan wawancara.

Lakukan cek dan ricek (double-check) tentang nama dan tanggal lahir narasumber. Bahkan sebuah nama populer seperti “Smith” bisa saja dieja atau ditulis secara berbeda. Jangan pernah merasa takut untuk bertanya soal itu.

3. Awali dengan pertanyaan mudah dan umum.

Mulailah dengan pertanyaan mudah untuk membuat rileks narasumber Anda. Simpan dulu pertanyaan rumit untuk belakangan. Jangan biarkan opini Anda menentukan fokus pertanyaan (Don’t let your opinions determine the focus of your questioning).

4. Ajukan pertanyaan untuk jawaban panjang.

Ajukan pertanyaan awal dan akhir (open-ended questions) yang bisa mengundang jawaban panjang dan bisa memunculkan anekdot serta opini.

“Bagaimana reaksi Anda?” atau “Kenapa Anda pikir itu terjadi?”. Cobalah terus mendapatkan kutipan langsung (direct quotes) sebanyak mungkin.

5. Hindari Yes-No Question.

Jangan ajukan pertanyaan yang membuat narasumber Anda memberikan jawaban singkat atau satu-kata (one-word answers).

Jangan ajukan pertanyaan negarif. Yaitu, jangan mengemukakan, “Belum ada berita ya?”. Jangan membuat mudah bagi narasumber Anda untuk mengatakan “Belum”.

Biarkan narasumber tahu bahwa Anda tahu sesuatu tentangnya. Itulah yang disebut “pengutamaan narasumber” (priming the interviewee).

Misalnya: “Mr. Jones, saya mengerti Anda tampil di sebuah film tentang pengambilalihan oleh orang-orang di bawah umur 30. Apakah Anda percaya hal ini benar-benar bisa terjadi?”.

6. Jangan berdebat.

Terimalah seluruh fakta dan data-data lain secara profesional. Jangan berargumen atau memperlihatkan kekagetan. Milikilah sistem pengambilan catatan (a note-taking system).

Sebagai contoh, tulis “rr” untuk “railroad”. Hindari membuat janji untuk menerbitkan hasil wawacara dengan cara tertentu (Avoid promising to print remarks a certain way).

7. Jangan janjikan hasil wawancara.

Jangan berjanji untuk membiarkan narasumber membaca dulu hasil wawancara sebelum diterbitkan. Berilah kesempatan untuk pembicaraan lainnya.

Tanyalah narasumber apakah ia tidak keberatan jika Anda mengontaknya lagi secara pribadi atau via telefon untuk tindak lanjut. Dapatkan nomor telefonnya jika narasumber bisa dihubungi lagi nanti.

8. Janji follow-up

Akhiri wawancara setelah Anda yakin sudah memiliki nomor telefon untuk melakukan kontak lagi dengan naraumber untuk mengungkap fakta-fakta lain atau melakukan klarifikasi.

Jika Anda menggunakan tape recorder, jangan bergantung pada kaset rekaman. Baterei bisa lemah dan tape recorder bisa saja tidak berfungsi. Buatlah catatan, bahkan jika Anda menggunakan alat perekam (Take notes, even if you’re using a tape recorder).

9. Catat!

Membuat catatan singkat merupakan sebuah keharusan dalam wawancara jurnalistik. Kebanyakan reporter menggunakan beberapa bentuk tulisan yang disingkat (shortened writing), seperti “w/o” untuk “without” atau “inc” untuk “incomplete”.

Inisial bisa digunakan untuk menyingkat gelar dan simbol bisa dipakai untuk merujuk pada nama organisasi. (Contoh bahasa Indonesia: “u/” pengganti “untuk”, “sbg” untuk “sebagai”, “tdk” untuk “tidak”, “bgm” pengganti “bagaimana” –red.).

10. Kutipan

Tandai kutipan langsung dengan lingkaran, tanda kutipan, bintang, atau garis bawah. Catatlah wawancara hanya pada satu sisi halaman kertas (jangan bolak-balik), agar penyusunan ulang struktur cerita mudah dilakukan.

11. Dengarkan

Dengarkan ucapan narasumber dengan seksama. Jangan mencatat uraian atau detil-detil yang tidak penting. Tanyakan ejaan nama-nama atau gelar.

Lebih baik bertanya sekarang daripada nanti menghubunginya lagi untuk memastikan kebenaran penulisan nama dan gelar narasumber. Atau lebih buruk lagi, menulis nama dan gelar secara salah dalam tulisan.

Dapatkan kutipan-kutipan langsung, khususnya tentang poin utama wawancara. Amati detil-detil tentang narasumber Anda dan hal-hal mengenai dirinya, lalu tuliskan kesan Anda.

12. Konsentrasi

Concentrate on what you are seeing and hearing. Berkonsentrasilah atas apa yang Anda lihat dan dengar. Segera setelah wawancara, periksa kembali catatan Anda. Susunlah catatan Anda sesuai dengan kepentingan (in order of importance).

Anda tidak perlu menulis kalimat lengkap kecuali jika Anda hendak mendapatkan kutipan langsung secara menyeluruh. Tuliskan informasi spesifik yang tidak mungkin Anda ingat: usia, nama, alamat, statistik, jumlah uang.

13. Cari tambahan informasi

Cobalah dapatkan informasi tentang diri narasumber (biographical information) di mana diperlukan dan carilah kliping koran atau referensi lain yang mungkin bisa digunakan untuk mendapatkan informasi latar belakang (background information).

Jangan takut untuk melakukan cek dan ricek (double-check) tentang informasi yang tidak jelas, sekalipun untuk itu Anda harus melakukan kontak lagi dengan narasumber (follow-up call).

Tulisan yang bagus dibangun oleh anekdot yang bagus pula. Untuk itu, pewawancara mesti selalu mendengarkan anekdot-anekdot demikian dari narasumber.

Pewawancara yang benar-benar jeli juga mendengarkan pembuka cerita pengalaman yang bisa membuat anekdot yang menarik. Lalu pewawancara langsung mengatakan kepada narasumber “berikan contohnya” atau “ceritakan saat ketika hal itu benar-benar terjadi”.

14. Temukan Anekdot!

Anekdot (anecdote) adalah sebuah cerita ringan (small story). Maka, anekdot bisa menjadi cerita tersendiri dalam cerita Anda yang lebih besar. Seringkali, sebuah anekdot mengilustrasikan sesuatu tentang narasumber seperti loyalitasnya atau keberaniannya.

15. Perhatikan Narasumber!

Perhatikan hal-hal non-verbal dari narasumber –gerak tubuh, ekspresi wajah, dialek atau cara pengucapan sesuatu (paralanguage), apa yang dikenakannya (artifacts), gerakan.

Sekitar 70% dari tolal komunikasi adalah non-verbal. Jadi, jika Anda hendak menulis cerita lengkap, Anda harus menyajikannya kepada pembaca cerita lengkap pula (if you are to tell the complete story, you must provide the reader with the complete story).

Selain itu, amati pula suasana atau lingkungan sekitar kantor narasumber –lukisan atau gambar di dinding, desk tops, file cabinet, dll. Bagaimana sinar matahari menyinari ruangannya? Bagaimana semua itu berhubungan dengan narasumber? Hindari menggunakan deskripsi yang hanya demi gambaran (Avoid using description just for the sake of description).

Pasca Wawancara

Banyak narasumber yang ahli dalam hal “pulling the wool” terhadap mata reporter.

Maka, bersiaplah mengecek pernyataan atau gambaran yang diberikannya dengan sumber lain. You should not take everything at face value. You should be a bit skeptical. Remember: ‘‘If your mother says she loves you, check it out!’‘.

Demikian teknik wawncara jurnalistik. Wasalam. (www.romeltea.com. Sumber: Detroit Free Press /www.journalism.org).*

 

Related posts