Pengertian Narsis dan Fenomena Pamer di Facebook.
SEJUMLAH ulama “nyaris” saja mengharamkan Facebook (FB). Mereka khawatir, FB disalahgunakan atau berdampak buruk bagi penggunanya.
Virus FB melanda banyak orang, ketagihan, lupa waktu, “lupa diri”, wasting time, bahkan cenderung menjadi “lagha”, kesia-siaan?
Namun, tak dipungkiri, FB adalah medium silaturahim, networking, bahkan menemukan kembali kawan yang “ngilang”.
Medium FB menjadi “ruang kelas virtual” bagi alumni, ruang belajar, dan manfaat atau hal positif lain.
Tapi lihatlah pula, termasuk FB saya, narsisme kian merajalela di FB. Kita, ya kita, lu dan gw, kau dan aku, anjeung sareng sim kuring, pasti mencari foto terbaik, foto tercakep atau tertampan menurut kita, untuk ditampilkan di FB.
Kita pun, sadar or not, menulis status, entah sekadar curhat, tuangkan kekesalan, asal tulis, “caper” (cari perhatian), atau memberikan informasi berguna bagi nusa, bangsa, dan agama… (wah?).
Kita bakal menemukan ragam status demikian. Salut bagi mereka yang bersemangat tinggi update statusnya tiap hari, mungkin tiap jam, minimal mengabarkan diri kepada dunia bahwa dirinya “masih ada”.
Satu hal, FB pun menjadi ajang “parade narsis” dan “tebar pesona”. Boleh, sah-sah saja. Siapa yang nyalahin?
Cuma mesti ati-ati, kelebihan atau keseringan narsis dan selfie malah menjadi ujub, takabur, dan riya’.
Bukan cuma FB yang jadi ajang “parade narsisme” atau “festival tebar pesona”, tapi blog pun demikian.
Sudikah diri kita mencertakan aib atau kekurangan diri sendiri di FB or di blog? I don’t think so… FB & Blog, sejauh ini, menjadi tempat terbaik “promosi diri”, juga promosi beneran –seperti saya yang selalu promosiin buku biar laku!
Pengertian Narsis
Eh… saya mau nulis soal narsis ini. Ok, kita mulai. Saya buka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan menemukan, kata “narsis” itu kata benda (noun), berarti:
(1) tumbuhan berbunga putih, krem, atau kuning, terdapat di daerah subtropis; Amarylidaceae;
(2) bunga narsis. Lho, kita memaknai narsis selama ini ‘kan “memuji diri sendiri” dan cenderung ‘ujub ‘kan?
Ya udah, berarti blom dimasukin ke KBBI. Kita beralih ke kamus Bahasa Inggris. Di sana ditemukan kata “narcissism” yang artinya “kecintaan pada diri sendiri.”
Laman Wikipedia menyebutkan kata “narsis” bisa merujuk kepada:
(1) “narsisisme”, sebuah tindakan seseorang di mana ia sangat mencintai dirinya sendiri;
(2) bunga narsis alias bunga dafodil.
Lalu, mengapa sih “narsis” digunakan untuk merujuk pada sikap memuja, memuji, atau bahkan menyombongkan diri sendiri?
Sebuah sumber mengaitkannya dengan mitologi Yunani tentang “Narcissus”. Dalam bahasa Inggris, narcissus diartikan dengan “semacam bunga bakung”. Tapi, dalam mitologi Yunani, Narcissus adalah seorang dewa.
Dalam Encyclopedia Mythica kita menemukan artikel berjudul “Narcissus” yang ditulis oleh Morgan Upright.
Disebutkan, Narcissus memiliki wajah tampan. Ketika Narcissus masih kecil, seorang peramal (Tiresias) berkata kepada kedua orangtuanya: anak mereka akan berumur panjang bila tidak melihat dirinya sendiri.
Akibat ketampanannya, banyak bidadari dan gadis jatuh cinta kepada Narcissus, namun semuanya ditolak.
Salah satunya bidadari yang “patah hati” bernama Echo. Dikisahkan, Echo hidup dalam kesendirian dan kesedihan.
Dewi Nemmesis mendengar doa Echo. Nemessis pun mengutuk Narcissus supaya jatuh cinta kepada bayangannya sendiri, fell in love with his own reflection!
Kutukan tersebut menjadi kenyataan ketika Narcissus melihat bayangan dirinya di sebuah kolam.
Dia tak henti-hentinya mengagumi ketampakan dirinya, bahkan sampai ajalnya tiba ia terus memandangi bayangan dirinya.
“One day Narcissus fell in love with his own reflection in a spring and, in desperation, killed himself,” tulis Morgan Upright.
Nah saudara-sudara, begitulah kisah narsis dan narcissus. Hati-hati, jangan sampai deh kita seperti Narcissus –sangat mengagumi atau memuji diri sendiri, trus jatuh cinta pada bayangan sendiri, dan akhirnya bunuh diri.
Ih, ngeri…! Na’udzubillah. Wasalam. (www.romeltea.com).*