Jurnalistik investigasi atau jurnalisme investigatif (investigative journalism) yaitu peliputan dan pelaporan peristiwa atau masalah secara mendalam (depth reporting).
Peristiwa atau masalah yang diliput dalam jurnalisme investigasi umumnya kasus yang dianggap memiliki kejanggalan dan diduga terjadi penyelewengan atau pelanggaran di dalamnya.
UNESCO mengartikan jurnalisme investigatif sebagai berikut:
Investigative Journalism means the unveiling of matters that are concealed either deliberately by someone in a position of power, or accidentally, behind a chaotic mass of facts and circumstances – and the analysis and exposure of all relevant facts to the public. In this way investigative journalism crucially contributes to freedom of expression and media development, which are at the heart of UNESCO’s mandate.
Menurut Atmakusumah, jurnalistik investigasi merupakan kegiatan peliputan yang mencari, menemukan, dan menyampaikan fakta-fakta tentang adanya pelanggaran, kesalahan, atau kejahatan yang merugikan kepentingan umum.
Kerja wartawan investigasi yaitu meneliti dan meluruskan berbagai kebohongan yang sengaja diciptakan oleh pihak-pihak tertentu, layaknya penyelidik.
Dalam proses peliputan atau wawancara, jurnalis investigasi terkadang melakukan penyamaran dan tidak mengungkapkannya pada narasumber bahwa mereka adalah wartawan.
Ada teknik penyamaran yang digunakan saat peliputan investigasi:
a. Penyamaran melebur (immerse): membaur atau melebur dengan objek yang akan diliputnya; menyamar menjadi bagian dari objek yang akan diliput.
b. Penyamaran menempel (embedded): memanfaatkan objek tertentu untuk mendapatkan fakta, keterangan, atau akses
c. Penyamaran berjarak (surveillance): penyamaran dengan jarak yang bisa diukur serta berkaitan dengan jarak sosiologis dan psikologis
Dalam peliputan, wartawan investigasi juga mengecoh (decoying) saat bertemu dan mendapatkan informasi dari sumber berita, namun wartawan tidak mengatakan bahwa liputannya untuk berita kasus lain.
Istilah investigasi dalam jurnalistik muncul pertama kali ketika Nellie Bly menjadi reporter Pittsburg Dispatch (1890). Bly melakukan “penyamaran melebur” dengan bekerja di sebuah pabrik untuk menyelidiki kehidupan buruh di bawah umur yang dipekerjakan dalam kondisi yang buruk.
Jurnalisme investigasi bisa mengungkap penyelewengan atau ketidakadilan. Liputan berita investigasi tidak lagi dibatasi waktu atau deadline.
Kasus-kasus yang biasa diungkap atau diliput dalam jurnalistik investigas antara lain hal-hal yang memalukan, penyalahgunaaan kekuasaan, korupsi, manipulasi, dan hal-hal yang sengaja disembunyikan pihak tertentu (biasanya penguasa, politisi, pengusaha).
Wartawan investigasi mencoba mendapatkan kebenaran yang tidak jelas, samar, atau tidak pasti.
Tujuan kegiatan jurnalisme investigasi adalah memberitahu kepada masyarakat adanya pihak-pihak yang telah berbohong dan menutup-nutupi kebenaran.
Contoh jurnalis dan proses jurnalistik investigasi: Liputan Bondan Winarno.
Informasi dalam laporan jurnalistik investigasi digali melalui dua sumber utama, yakni narasumber (informan) dan literatur (data yang sudah ada –berita, buku, arsip).
Isi naskah hasil investigasi tetap mengandung 5W1H, namun menitikberatkan pada unsur Why dan How. Teknik penulisan termudahnya adalah secara kronologis –urutan kejadian.
Isu yang diangkat dalam jurnalistik investigasi biasanya dari headline (berita utama) media atau yang sedang hangat dibicarakan.
Demikian sekadar catatan ringkas tentang jurnalistik investigasi. Wasalam. (www.romeltea.com).
Referensi : Jurnalisme Investigasi Septiawan Santana; Jurnalisme Investigasi Dandhy Dwi Laksono.