Judul berita umpan klik (clickbait) dinilai sebagai bentuk terendah jurnalisme media sosial, menipu pembaca, dan trik murahan untuk klik. Jurnalisme mengalami degradasi!
DULU, pembaca yang mengucapkan kata seru “wow”, keren”, “sadis”, “aduh”, “mengharukan”, “menggemaskan”, dan sebagainya. Kini, wartawan sendiri yang menuliskan di judul beritanya:
- Sadis… Tangan Kiri Menenteng Kepala, Tangan Kanan Membawa Parang
- Keren! Umur 9 Tahun, Pendapatan Rp 1,4 Miliar per Bulan
- Sadis, Pria Ini Siksa Bocah Dua Tahun Secara Brutal
- Wow…, Pengusaha Tiongkok Ini Boyong 6400 Pegawai ke Prancis Hanya untuk Liburan
Dulu, pembaca yang bertanya kepada wartawan: Ada apa? Kenapa? Kini, wartawan sendiri yang tertanya kepada pembaca dalam judul berita: ”
- Wali Kota Barcelona ke Bandung, Ada Apa?
- Lho, Bayi Kembar Ini Kok Punya Ayah yang Berbeda?
- Berapa Banyak Idealnya Anda Minum Kopi?
- Melangkah Lebih Jauh, WGM Siwon – Liu Wen Beli Perlengkapan Anak?
Dulu juga, kita langka bahkan tidak pernah menemukan judul berita mode begini:
- Ini Dia Komentar Ahok Soal Hasil Survey
- Ditanya Soal Capres 2019, Ini Jawaban Prabowo
- Inilah Alasan Bandung Bangun SmartCity
- Disindir Anu, Ini Reaksi Si Anu
Dulu tuh kapan? Yang dimaksud “dulu” adalah era media cetak dan elektronik. Era suratkabar. Judul-judul berita koran dulu, langka sekali ada yang berupa kata seru atau kalimat tanya. Wartawan dulu, patuh pada “ilmu jurnalistik” yang memberi kabar kepada pembaca sejak di judul berita.
Kini tuh kapan? Yang dimaksud “kini” adalah era media online, era internet. Terkesan terjadi “degradasi” di dunia jurnalistik Indonesia. Wartawan terkesan menulis berita seenaknya, sekenanya, dan cenderung mengamalkan konsep “jurnalisme kuning” (yellow journalism) yang mengedepankan judul sensasional, serta “doyan” pemberitaan seks dan kriminalitas.
Kaidah atau prinsip penulisan berita yang baik dalam jurnalistik, terkesan diabaikan.
Clickbait Journalism
Kenapa judul-judul berita di media online saat ini “begitu menyebalkan”? Tidak lain karena media-media online yang doyan membuat judul dengan kata seru, tanda tanya, dan “inilah” itu adalah media-media penganut paham “clickbait journalism” (jurnalisme umpan klik).
Dengan judul-judul seperti contoh di atas, media/wartawan berusaha memberikan “umpan” agar link judul beritanya diklik pembaca. Judul-judul di atas seringkali menjadi “jebakan klik” karena isi beritanya tidak seheboh yang digambarkan dalam judul.
Judul-judul clickbait adalah judul-judul yang membuat penasaran pembaca sehingga meng-klik tautan judul berita. Di era bisnis media online saat ini, traffik, jumlah pengunjung, atau pageviews situs web adalah “segalnya”. Klik sama dengan trafik sama dengan duit!
Sumber utama media-media online adalah Google Adsense (iklan Google). Media mendapatkan komisi dari Google jika ada pengunjung yang meng-klik iklan.
Clickbait menjadi salah satu jurus sekaligus media online untuk menaikkan jumlah pengunjung. Bahkan, clickbait cenderung menjadi “trending” di kalangan media online. Jadilah ia “Clickbait Journalism”.
Clickbait Journalism juga merupakan dampak negatif media sosial bagi jurnalistik. Wartawan atau media yang “pragmatis-oportunis” mengikuti trend status update di media sosial dalam menulis judul berita, tidak berpegang pada standar jurnalistik yang baik.
Degradasi Jurnalistik
Maka, judul-judul umpan klik atau jebakan klik (clickbait) pun menjadi trend. Jurnalistik mengalami degradasi!
Penulis Yahoo.com, David Pogue, menyebut clickbait sebagai “judul penggoda” (teaser headlines) untuk menaikkan pengunjung website.
“Clickbait, of course, is a scheme to drive up a website’s traffic. It’s a modern spin on tabloid journalism,” tulisnya dalam sebuah posting di laman Yahoo “What’s Behind Clickbait”.
Umumnya, jebakan klik cenderung merupakan penipuan terhadap pembaca atau tidak sesuai dengan harapan dan imajinasi mereka.
Pogue menyatakan, clickbait bukan jurnalistik yang baik. Menurutnya, headline atau judul berita yang baik itu transparan dan efisien, bukan “menyembunyikan” substansi berita demi mengejar trafik.
“Sangat sering kita (pembaca) hanya buang waktu menge-klik tautan judul demikian… Headline berupa clickbait adalah promosi yang tak tahu malu (shameless hype),” tulisnya. “Even at their best, clickbait headlines are shameless hype.”
“Most clickbait is disappointing because it’s a promise of value that isn’t met — the payoff isn’t nearly as good as what the reader imagines,” tulis Vox Acting Managing Editor, Nilay Patel (Poynter.org).
Clickbait berupa jebakan klik juga disebut “bentuk terendah jurnalisme media sosial”: “Clickbait is the lowest form of social media journalism, full of sensationalized headlines, grumpy cats, and awful personal confessions.” (A History of Clickbait).
Rachel Parker dari Resonace Content, dalam posting “Just Say No to Click Bait” menggambarkan clickbait sebagai umpan pancing dan ikan. Wartawan digambarkan memancing (baca: menipu) ikan dan sang ikan tidak lain adalah kita, pembaca.
Parker menyebut clickbait sebagai “trik murahan untuk klik” dan itulah sebabnya pembaca harus mengatakan No to Clikckbait (Cheap Tricks for Clicks: Why You Should “Just Say No” to Click Bait).
Maka, let’s declar war against clickbait journalism! Abaikan judul berita clickbait! Hanya itu cara meredamnya. Kita bisa katakan: pembaca tuh gak bisa diginiin!
Kalangan media dan praktisi marketing juga diingatkan: Clickbait Is Dangerous for Brands! Judul umpan klik itu berbahaya bagi citra lembaga.
Dilatarbelakangi rasa “muak” terhadap judul-judul berita clickbait yang bombastis, berlebihan, dan sensasional, seorang programmer bahkan sudah membuat sebuah plugin ekstensi Chrome guna menghadang kemunculan clickbait journalism.
Semoga plugin bernama Downworthy ini segera efektif melenyapkan judul-judu berita “murahan” di layar komputer kita. Silakan Anda coba pasang plugin tersebut di Chrome Anda, maka jika ada judul berita berisi kata seru “Wow” di layar komputer Anda kata itu akan berubah menjadi “Oh GOD This is SO Boring. Please Kill Me”. Try it! Wasalam. (www.romeltea.com).*