Jurnalistik Islami dapat dirumuskan sebagai suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam, serta berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam kepada khalayak melalui media massa.
Jurnalistik Islami dapat juga dimaknai sebagai “proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat muatan dan sosialisasi nilai- nilai Islam”.
Dengan demikian, jurnalistik Islami dapat dikatakan sebagai crusade journalism, yaitu jurnalisme yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, dalam hal ini nilai-nilai Islam.
Jurnalistik Islami pun bernafaskan jurnalisme profetik, suatu bentuk jurnalisme yang tidak hanya melaporkan berita dan masalah secara lengkap, jelas, jujur, serta aktual, tetapi juga memberikan interpretasi serta petunjuk ke arah perubahan, transformasi, berdasarkan cita-cita etik dan profetik Islam. Ia menjadi jurnalisme yang secara sadar dan bertanggungjawab memuat kandungan nila-nilai dan cita Islam (M. Syafi’i Anwar, 1989:166).
Misi Jurnalistik Islami
Jurnalistik Islami, dengan demikian, mengemban misi ‘amar ma’ruf nahyi munkar, sebagaimana firman Allah SWT,
“Dan hendaklah ada sebagian di antara kamu sekelompok orang yang senantiasa mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang makruf, dan mencegah yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S. 3:104).
Jadi, jurnalistik Islami adalah upaya da’wah Islamiyah juga. Karena jurnalistik Islami bermisi ‘amar ma’ruf nahyi munkar, maka ciri khasnya adalah menyebarluaskan informasi tentang perintah dan larangan Allah SWT. Ia berpesan (memberikan message) dan berusaha keras untuk mempengaruhi komunikan (khalayak, massa) agar berperilaku sesuai dengan ajaran Islam.
Kode Etik Jurnalistik Islami
Jurnalistik Islami tentu saja menghindari gambar-gambar ataupun ungkapan-ungkapan pornografis, menjauhkan promosi kemaksiatan, atau hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti fitnah, pemutarbalikkan fakta, berita bohong, mendukung kemunkaran, dan sebagainya.
Jurnalistik Islami harus mampu mempengaruhi khalayak agar menjauhi kemaksiatan, perilaku destruktif, dan menawarkan solusi Islami atas setiap masalah. Cek dan ricek, sebagai salah satu “pedoman” jurnalistik umum, tentu saja harus pula ditaati oleh jurnalistik Islami. Apalagi Allah SWT telah mengingatkan,
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang padamu orang-orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah pada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya…” (Q.S. 49:6).
Kita harus mengkampanyekan atau menumbuhkembangkan jurnalistik Islami. Kita harus berupaya untuk menjadikan jurnalistik Islami sebagai “ideologi” para wartawan dan penulis (jurnalis) Muslim, demi membela kepentingan Islam dan umatnya, juga mensosialisasikan nilai-nilai Islam sekaligus meng-counter dan mem-filter derasnya arus informasi jahili dari Barat.
Menjadikan junalistik Islami sebagai “ideologi” para wartawan dan penulis Muslim merupakan alternatif menjawab tantangan yang dihadapi umat Islam di bidang media massa. Itulah alternatif mengatasi masalah besar umat Islam pada era informasi sekarang, yakni tidak dimilikinya suatu media massa yang memadai untuk memperjuangkan dan menegakkan nilai-nilai Islam, atau membela kepentingan agama dan umat Islam. Wasalam. (www.romeltea.com).(
— Sumber: “Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Da’wah Bil Qolam” karya Asep Syamsul M. Romli, Penerbit Rosdakarya Bandung