Standar Profesi Wartawan. Kualifikasi Jurnalis Profesional.
Ada yang bertanya, sekarang banyak wartawan asal tulis atau tulisannya tidak akurat.
Salah satunya karena banyak media yang tidak selektif dalam merekrut wartawan. Yang jadi pertanyaan: standar profesi wartawan itu apa saja?
Memang, menjadi wartawan, apalagi membuat koran, tidak bisa “asal jadi” atau “asal terbit”.
Seorang wartawan andal dan profesional mesti memiliki tiga kriteria. Sebuah penerbitan pers juga hendaknya hanya merekrut wartawan yang memiliki kualifikasi tiga hal berikut ini.
1. Menguasai keterampilan jurnalistik
Seorang wartawan mesti memiliki keahlian (expertise) menulis berita sesuai dengan kaidah jurnalistik.
Ia harus menguasai teknik menulis berita, juga feature dan artikel. Untuk itu, seorang wartawan mestilah orang yang setidaknya pernah mengikuti pelatihan dasar jurnalistik. Ia harus well trained, terlatih dengan baik.
Keterampilan jurnalistik meliputi antara lain teknik pencarian berita dan penulisannya, di samping pemahaman yang baik tentang makna sebuah berita.
Ia harus memahami apa itu berita, nilai berita, macam-macam berita, bagaimana mencarinya, dan kaidah umum penulisan berita.
2. Menguasai bidang liputan
Idealnya, wartawan menjadi seorang “generalis”, memahami dan menguasai segala hal, sehingga mampu menulis dengan baik dan cermat apa saja.
Namun, yang terpenting ia harus menguasai bidang liputan dengan baik.
Wartawan olahraga harus menguasai istilah-istilah atau bahasa dunia olahraga. Wartawan ekonomi harus memahami teori-teori dan istilah ekonomi. Demikian seterusnya.
Jika Anda seorang lulusan jurusan ekonomi, lalu ditugaskan meliput peristiwa olahraga, maka langkah pertama adalah mengenali dan mempelajari dunia olahraga, juga istilah-istilah yang berlaku di dunia itu.
Jika Anda tidak menguasai masalah hukum, jangan dulu maju meliput kegiatan di pengadilan sebelum Anda memahami –paling tidak– istilah-istilah hukum. Jika memaksakan diri, kemungkinan Anda akan salah tulis, salah tangkap, alias tidak cermat dalam menulis berita.
Jika Anda akan menulis berita keagamaan (Islam), kuasai dulu istilah-istilah Islam. Jangan sampai Anda –sekadar contoh– menulis “Saw” di belakang “Allah” dan “SWT” di belakang “Nabi Muhammad”.
3. Menaati kode etika jurnalistik
Wartawan yang baik (baca: profesional) memegang teguh etika jurnalistik. Istilah Islamnya, harus seorang yang berakhlaqul karimah sesuai nilai-nilai Islam.
Untuk wartawan Indonesia, etika itu terangkum dalam Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang sudah ditetapkan Dewan Pers sebagai Kode Etik Jurnalistik bagi para wartawan di Indonesia.
Kepatuhan pada kode etik merupakan salah satu ciri profesionalisme, di samping keahlian, keterikatan, dan kebebasan.
Dengan pedoman kode etik itu, seorang wartawan tidak akan mencampuradukkan antara fakta dan opini dalam menulis berita; tidak akan menulis berita fitnah, sadis, dan cabul; tidak akan “menggadaikan kebebasannya” dengan menerima amplop; hanya menginformasikan yang benar atau faktual; dan sebagainya.
Jika Anda pemilik penerbitan pers, rekrutlah hanya wartawan yang memiliki tiga hal tadi, lalu gajilah mereka secara layak, jangan disuruh “cari gaji sendiri” dengan bekal kartu pers!
Demikian ulasan ringkas tentang standar profesi wartawan Wasalam. (www.romeltea.com).*