Aktivitas jurnalitik saat ini bukan lagi monopoli wartawan atau reporter media massa. Everybody can be a journalist! Siapa pun bisa menjadi wartawan –membuat berita dan menyebarluaskannya melalui blog atau media sosial.
Dengan meningkatnya media sosial dan cara komunikasi yang lebih cepat, wajah jurnalisme telah berubah dari pembawa acara televisi menjadi populasi publik yang diakui.
Di masa lalu, wartawan adalah orang-orang yang menulis untuk surat kabar, majalah atau menyiapkan berita untuk perusahaan penyiaran.
Jurnalisme, sebagaimana didefinisikan oleh Kamus Merriam-Webster, adalah presentasi berita yang diedit melalui media, pers publik, atau studi akademis tentang presentasi berita melalui media.
Istilah ini juga dapat digunakan untuk menggambarkan penulisan yang dirancang untuk publikasi di koran atau majalah; menulis yang ditandai dengan penyajian langsung fakta atau deskripsi peristiwa tanpa upaya interpretasi, tulisan yang dirancang untuk menarik selera populer saat ini atau minat publik.
Dengan teknologi yang memungkinkan kami menyiarkan informasi ke khalayak luas, surat kabar cetak, majalah, dan televisi tidak lagi menarik bagi kami, dan kami beralih ke sumber lain ke informasi abstrak.
Di zaman sekarang ini, khususnya di kalangan milenium, kita dapat mencari tahu tentang berita dari situs media sosial seperti Facebook dan Twitter atau versi online surat kabar mapan.
Terlepas dari outletnya, kebangkitan teknologi di masyarakat kita telah memungkinkan suara orang biasa didengar oleh jutaan orang dalam hitungan detik. Akibatnya, kemampuan orang awam ini untuk memberi tahu masyarakat luas dengan tweet atau posting Facebook telah mengukir jalan bagi siapa saja untuk menjadi jurnalis.
Mengedit dan informasi berita tidak lagi membutuhkan proses yang panjang dan membosankan, dan kami dapat menarik khalayak luas karena teknologi memungkinkan informasi dan budaya populer menyebar dengan kecepatan lebih cepat daripada pers.
Tuh… kata Yu Rong Lim dalam tulisannya “Everyone is a journalist: the truth of social media“. Sorry, redaksi bahasanya rada nggak rapi, maklum bikinan Google Translate! 🙂
Tanpa harus kuliah atau kursus jurnalistik, asalkan terus menulis atau menuliskan pengalaman, perasaan, pemikiran, ataupun yang dibaca, dilihat, dirasa, dan didengarnya, seseorang akan piawai menulis.
Perkiraan saya, mayoritas wartawan bukan berlatar belakang jurnalistik deh (?)
Kembali ke soal “everyone can be a journalist“, modalnya Anda punya email sebagai “password” dan “passport” untuk membuat blog atau website, akun media sosial, sebagai “media massa” dalam pengertian “sarana komunikasi dengan orang banyak atau banyak orang”.
Modal berikutnya, ada kemauan, niat, willingness, untuk berbagi (share) informasi dan wawasan.
Nah, itu soal medianya. Kini soal teknis. Soal “writing skill”, misalnya, itu “soal kebiasaan”. Bisa karena biasa. Lagi pula, soal “teori menulis”, wuih….. bejibun!
Banyak tuh panduan praktis menulis, termasuk di www.romeltea.com ini. Anda tinggal “mau”-nya aja, tinggal punya niat, ada motivasi.
Dengan menjadi jurnalis di blog, facebook, atau twitter, Anda pun bisa membangun opini publik, bahkan “menggerakkan massa”.
Tantangannya: mendatangkan pengunjung, teman, follower, sebanyak-banyaknya! Tah, kumaha…?
Ah, nulis sajalah dulu! Ayo, nulis! Wasalam.*