Tips Menjadi Penulis

menjadi penulis

SUATU ketika Anda membaca berita atau artikel di suratkabar yang menurut Anda penuh kesalahan dan kepalsuan, apakah Anda:

  1. Merasa jengkel, lalu menceritakannya kepada teman-teman Anda dengan penuh kekesalan, umpatan, dan caci-maki?
  2. Langsung menyalakan komputer dan menulis surat pembaca atau artikel tanggapan dan dikirimkan ke redaksi suratkabar tersebut, atau sekadar untuk dimuat di mading, buletin, atau majalah sekolah.

Jika jawaban Anda nomor 1, Anda hanya bisa “curhat” kepada teman-teman Anda yang tentu saja terbatas jumlahnya. Kalah banyak dengan jumlah pembaca suratkabar yang memuat berita/artikel tersebut. Anda belum melakukan “perlawanan” seimbang.

Jika jawaban Anda nomor 2, tindakan Anda tepat. Berarti Anda menggunakan Hak Jawab, yaitu hak pembaca, seseorang atau sekelompok orang, untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, atau Hak Koreksi, yaitu adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Kedua hak itu diberikan, dijamin, oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, sehingga media massa wajib memuat tanggapan atau koreksi pembaca itu.

Namun ada masalah. Ketika Anda tidak merasa puas dengan hanya merasa jengkel dan “curhat”, lalu mencoba langkah nomor 2, Anda tidak bisa menuliskan apa-apa.

Read More

Yang ada di kepala, tiba-tiba hilang begitu Anda menatap monitor komputer Anda –tidak selancar ketika Anda berbicara dengan kawan-kawan Anda. Lalu, apa yang harus dilakukan?

Pengertian Menulis

Menulis (writing) itu bagian dari kegiatan kita sehari-hari. Ia adalah bagian dari komunikasi –selain mendengar (listening), membaca (reading), dan berbicara (speaking) —saat kita berinteraksi atau bergaul dengan orang lain.

Dengan demikian, menulis hakikatnya adalah komunikasi tulisan. Pesan yang disampaikan bisa berupa informasi, gagasan, pemikiran, ajakan, dan sebagainya.

Hanya saja, menulis yang kita maksud di sini adalah menulis untuk dipublikasikan di media massa, seperti suratkabar, tabloid, majalah, atau menulis buku. Karena menulis di media massa ada “aturan main”-nya, maka ia butuh keahlian atau keterampilan khusus.

Tapi jangan dibayangkan menulis itu susah. Mudah kok, asalkan kita memang berniat, mood, benar-benar mau menulis atau menjadi penulis. Apalagi kalau “hanya” menulis untuk majalah sekolah, termasuk mading, wuah… gampang banget, asal ada niat aja.

Soalnya, isi mading biasanya tulisan ringan (feature), seperti tips, ‘curhat’, atau komentar tentang suatu masalah. Kalaupun Anda menulis masalah serius untuk mading, misalnya masalah politik, maka Anda tidak perlu menuliskannya seperti seorang pengamat yang menulis di suratkabar atau majalah.

Tetap menggunakan gaya Anda, teenager style, yang biasanya “ceplas-ceplos” penuh kejujuran alias kepolosan dan tanpa beban.

Ketika Anda menulis di mading atau majalah sekolah, target pembacanya sangat jelas: teman Anda, sesama siswa. Dengan begitu, Anda tidak merasakan kesulitan untuk memilih gaya bahasa dan menuliskan istilah-istilah yang mereka kenal, wong Anda juga bagian dari mereka kok!

Seperti Berbicara

Siapa pun bisa menjadi penulis. Menulis itu seperti berbicara –menyampaikan sebuah pesan, bisa berupa informasi, pemikiran, ajakan, atau unek-unek. Yang dimaksud menulis dalam konteks pembahasan kita adalah menulis artikel, yakni sebuah tulisan yang berisi pendapat atau opini subjektif penulisnya tentang sebuah masalah atau peristiwa.

Contohnya, terjadi bencana banjir (peristiwa). Penulis punya pendapat tentang peristiwa itu, lalu ia menuliskan pendapatnya tersebut, namun dengan dukungan data, fakta, bahkan teori banjir –misalnya penyebab banjir.

Sebuah artikel dapat dikembangkan menjadi sebuah buku, tinggal diluaskan cakupan bahasannya, juga lebih rinci, dan tambah data-data pendukung.

Menulis berbeda dengan mengarang. Penulis juga berbeda dengan pengarang.

Menulis itu menyampaikan ide atau pendapat tentang suatu peristiwa atau masalah faktual (benar-benar terjadi) alias nonfiksi. Sedangkan mengarang adalah menyusun sebuah cerita karangan, fiktif, tidak faktual, seperti cerpen dan novel (karya sastra). Yang dituliskan adalah hasil lamunan, khayalan, fantasi, atau imaginasi pengarang.

Tiga Cara untuk Menjadi Penulis

Sastrawan dan budayawan Kuntowijoyo mengatakan, hanya ada tiga cara untuk menjadi penulis, yaitu dengan menulis, menulis, dan menulis. “Awali setiap pagimu dengan menulis,” kata penulis asal Inggris, Gerald Brenan (1894-1987). “Itu akan membuatmu jadi seorang penulis.”

Penulis Amerika Serikat Getrude Stein (1874 –1946) mendefinisikan menulis dengan “menulis adalah menulis menulis adalah menulis adalah menulis adalah… dan seterusnya”. Jadi, cuma satu jalan untuk menjadi penulis, ya… menulis! Masa berenang…

Menulis itu sebenarnya tidak perlu terlalu banyak “teori”, menulis sajalah seperti Anda berbicara. Namun, untuk menjadi penulis yang baik dan benar, tentu ada syaratnya. Untuk menjadi penulis yang “baik dan benar”, setidaknya diperlukan tiga hal:

1. Suka membaca.

Dengan rajin membaca Anda akan memiliki wawasan luas. Untuk bisa menulis, dibutuhkan wawasan. Wawasan kita akan berkembang dengan banyak membaca. Bukan saja membaca koran, majalah, atau buku, tapi juga “membaca fenomena” atau setiap kejadian di sekitar kita.

2. Kuasai Tata Bahasa.

Menulis berbeda dengan berbicara. Menulis menggunakan bahasa tulisan, struktur kalimat harus diperhatikan, misalnya subjek predikat, kata kerja – kata benda. Sedangkan kalau berbicara menggunakan bahasa lisan. Asalkan dimengerti, orang tidak akan peduli soal stuktur atau ejaan. Tapi dalam bahasa tulisan, salah titik-koma saja bisa jadi masalah. So, jangan sepelekan pelajaran bahasa Indonesia dan EYD-nya.

3. Sabar. Menulis adalah proses, butuh waktu dan ketekunan. Ada tahapan yang harus dilalui yang butuh perjuangan. Setiap perjuangan butuh pengorbanan. Pengorbanan dalam menulis adalah bersikap sabar.

Proses Menulis

Saatnya menulis! Tapi tunggu dulu, karena menulis adalah sebuah proses, ada tahap yang harus dilalui. Ini juga menunjukkan, menulis itu “kerja intelektual”, harus mikir, karenanya… butuh kesabaran!

Ada empat tahap yang harus dilalui dalam menulis: prewriting (pra-menulis), drafting (penulisan naskah awal), revising (perbaikan), and editing (koreksi naskah dan substansi).

1. Prewriting

Prewriting adalah proses berpikir untuk menentukan tujuan tulisan, menyesuaikan gaya bahasa dan bahasan dengan pembaca, memilih topik.

  • Tentukan tujuan! Tujuan menulis ada tiga: menyampaikan informasi (to inform), menghibur (to entertain), atau untik mengajak/mempenharuhi (to persuade).
  • Perhatikan pembaca Anda! Pikirkan, untuk siapa Anda menulis atau siapa yang akan membaca tulisan Anda. Tulisan buat dibaca teman-teman Anda, gunakan gaya bahasa dan ungkapan-ungkapan yang biasa Anda kemukakan ketika ngobrol dengan mereka!
  • Tentukan topik! Apa yang mau Anda bahas atau kemukakan dalam tulisan itu. Temukan ide utama (main idea), persempit (narrow yout topic), dan temukan poinnya atau intinya.
  • Kumpulan dan baca Referensi.

Kumpulkan data ataupun informasi yang cukup untuk mengembangkan topik Anda dan membangun tulisan.

Galilah informasi dan data yang diperlukan dari berbagai sumber, misalnya dari bahan-bahan tulisan orang lain di majalah, koran dan buku-buku, percakapan dengan kawan atau ahli, observasi lapangan, ataupun contoh-contoh dari pengalaman pribadi. Jangan lupa: baca semua referensi yang ada dan pahami! Lalu catat atau beri tanda bahan yang sekiranya akan Anda kutip!

2. Outlining

Setelah topik dipilih, referensi dikumpulkan dan dibaca, saatnya Anda membuat garis besar tulisan (outline). Rapikan poin-poin bahasan, mulai pendahuluan, “jembatan” menuju bahasa utama (bridging), dan pokok-pokok bahasan (subjudul).

Guna menyusun oultine, perhatikan, anatomi atau stuktir sebuah artikel berikut ini:

· Head – judul tulisan
· By Name – nama penulis
· Intro – lead atau bagian pembuka tulisan (opening), bisa berupa kutipan pendapat orang, kutipan atau ringkasan berita aktual, atau kutipan pepatah dan peristiwa.
· Bridge – jembatan, penghubung antara intro dengan isi tulisan. Bisa berupa pertanyaan atau pengantar menuju isi tulisan.
· Body — isi tulisan, biasanya dibagi menjadi dua atau tiga subjudul.
· Closing — penutup, bisa berupa kesimpulan atau pertanyaan tanpa jawaban.

2. Writing – Drafting or Composing the First Draft.

Mulailah menulis dengan menulis naskah pertama, naskah kasar. Tulislah dulu apa yang ada di kepala, yang ingat, semuanya! Jangan dulu melihat referensi data data. Bahkan, lupakan dulu semua “teori menulis”!

Selain itu, tak perlu perhatikan soal ejaan atau kata/kalimat baku dalam tahap “menulis bebas” (free writing) ini. Menulis sajalah, tuliskan semua yang Anda tahu dan pikirkan tentang topik yang sudah ditentukan!

3. Rewriting – The Revising Stage.

Menulis ulang atau memperbaiki naskah awal tadi, sesuaikan dengan outline. Perhatikan judul, harus benar-benar mewakili isi naskah. Perbaiki kesalahan kata, kalimat, atau ejaan. Hindari pengulangan kalimat.

Terpenting, pastikan tulisan Anda jelas dan mudah dimengerti. Pastikan, Anda sudah menulis kalimat dengan benar, efektif, dan jelas. Pastikan juga setiap paragraf nyambung dengan topik yang dibahas. Last not least, dapatkah pembaca memahami isi dan maksud tulisan Anda?

4. Editing — Correcting the Final Version.

Inilah tahap “finishing touch” sebelum tulisan Anda dipublikasikan atau dikirimkan. Koreksi setiap kata! Juga tanda-tanda baca, seperti titik-koma.

Jangan lupakan, tuliskan nama dan identitas diri Anda sebagai penulis naskah tersebut. Cantumkan nama Anda di bawah judul, dan identitas Anda di akhir naskah. (www.romeltea.com).*

Related posts