ADA yang bertanya, berita bagus itu yang kayak gimana?
Pertanyaan ringkas, namun mendasar dan butuh jawaban panjang. Sedikit bingung saya menerangkannya.
Ada dua pengertian berita bagus (good news) vis a vis berita buruk (bad news).
Pertama, berita bagus dari segi penulisan. Kedua, berita bagus dari segi isi, substansi, atau peristiwa yang diberitakan.
Berita penangkapan koruptor itu good news bagi bangsa ini, tapi bad news bagi si koruptor dan keluarga serta koleganya.
Manchester United menang itu good news bagi saya sebagai fans berat MU. Tapi ketika MU kalah, itu bad news bagi saya, namun good news bagi fans Liverpool. Eh, jadi ngelantur neeh.
Mungkin, yang ditanyakan adalah kriteria berita bagus dalam asek penulisan.
Secara teknis jurnalistik, berita yang bagus itu ukurannya udah baku, yakni “news values” (nilai-nilai berita) atau “nilai jurnalistik”.
Banyak sekali nilai berita itu, tapi saya ringkaskan menjadi empat:
- Aktual, artinya hangat atau baru terjadi.
- Faktual, benar-benar terjadi, ada faktanya, bukan berita bohong.
- Menarik, yakni menarik minat pembaca, menarik hati publik untuk tahu, membangkitkan rasa ingin tahu.
- Penting, yakni menyangkut kepentingan orang banyak dan/atau menyangkut orang penting (public figure).
Baca juga: 10 Nilai Berita
Selain memenuhi nilai berita tersebut, sebuah berita juga harus memenuhi struktur baku penulisan berita, seperti judul, lead, dan body (isi berita).
Truz… gunakan bahasa jurnalistik, yakni baku, hemat kata, ringkas, sederhana, mudah dimengerti, kalimatnya pendek-pendek, de el el.
(Warning: yang saya gunakan dalam tulisan ini bukan gaya bahasa jurnalistik, tapi gaya bahasa “komunikasi pribadi” atau “blog style”; blog ‘kan sifatnya personal, jadi jangan serius amat atau kaku banget kalo nulis di blog).
Berikutnya adalah memenuhi unsur 5W+1H sehingga info yang disampaikan lengkap. Lainnya… apa ya, o iya, berita itu harus berimbang, balance, covering both side, karena tugas wartawan adalah menampilkan fakta apa adanya dan fair. Namun, bukan netral! Wartawan tidak boleh dan memang tidak ada yang netral.
Wartawan itu INDEPENDEN! Nah, dalam independensinya itu ia boleh memihak, bahkan menurut wartawan senior Rosihan Anwar, wartawan itu harus memihak kepada rakyat tertintas, korban.
Salah satu elemen jurnalistik Bill Kovach menegaskan: loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga negara; loyality is to the citizens.
Misal, wartawan harus memihak kepada warga Kompleks Griya Cempaka Arum Gedebage Bandung yang jiwanya terancam PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). Pemkot Bandung ngotot ingin membangun PLTSa, meskipun semua pakar lingkungan independen mengatakan PLTSa itu berbahaya bagi lingkungan dan manusia, mengandung racun berbahaya, dioksin.
Kalo ada wartawan yang loyalitasnya pada penguasa, itu namanya “wartawan kuda tunggang”. Wartawan itu ‘kan “natural enemy” pemerintah; sebagai “watchdog” atau pengontrol kinerja pemerintah.
Kritik pers terhadap pemerintah bahkan dijamin UU No. 40/1999, yakni salah satu fungsi pers adalah “kontrol sosial”.
Yah… ngelantur lagi ya, udah ah. Itulah pandangan saya mengenai good news, berita bagus, berita yang baik dan benar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. See u! Wasalam.*