Transliterasi artinya “alih aksara”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), transliterasi artinya “penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain, misalnya dari tulisan atau huruf Arab ke dalam tulisan Latin.
Contohnya, kata ta’jil (تعجيل) dialihaksara menjadi takjil. Harusnya sih ta’jil, karena ‘ain menjadi koma. Ini antara lain yang biking pusing!
MANA penulisan kata atau istilah yang benar: ustadz, ustad, atau ustaz? Tanpa melihat dulu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menurut saya penulisan yang benar adalah ustadz.
Pasalnya, “dz” merupakan transliterasi paling pas buat huruf “dzal” (ذ ) dalam bahasa Arab. Huruf ”d” untuk “dal” (د) dan “z” untuk “zay” (ز).
Memang, sudah ada pedoman transliterasi (alih aksara) Arab-Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Bersama Meneri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tanggal 22 Januari 1988 sebagai berikut:
Arab |
Latin |
Arab |
Latin |
Arab |
Latin |
ا |
` |
ز |
z |
ق |
q |
ب |
b |
س |
s |
ك |
k |
ت |
t |
ش |
sy |
ل |
l |
ث |
ts |
ص |
sh |
م |
m |
ج |
j |
ض |
d |
ن |
n |
ح |
h |
ط |
t |
و |
w |
خ |
kh |
ظ |
z |
ه |
h |
د |
d |
ع |
‘ |
ء |
‘ |
ذ |
ż |
غ |
g |
ي |
y |
ر |
r |
ف |
f |
– |
Namun, tidak semua orang mengacu kepada pedoman itu, mungkin karena tidak mengetahuinya atau mengetahuinya tapi merasa “tidak sreg” sehingga mengabaikannya.
Apalagi, masing-masing media memiliki “buku gaya” (style book), yakni pedoman penulisan, sendiri-sendiri. Simak saja, misalnya, koran Pikiran Rakyat menulis Ka’bah dengan Kabah, Ustadz dengan ustaz, istiqomah dengan istikamah. Acuannya adalah kata baku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Transilterasi Arab-Indonesia yang sering berbeda adalah untuk penulisan huruf/kata antara lain sebagai berikut:
- Tsa (ث) : hadits – hadisKho (خ ) : khilaf – hilaf
- Dzal (ذ ) : ustadz – ustad, ustaz
- Ain mati (ع ) : ka’bah – kabah, ma’ruf – maruf,Gha (غ) : maghrib – magrib, istighfar – istigfar, ghafur-gafur
- Shad (ص ) : shalat-salat, solat, sholat
Sebagian istilah atau kata bahasa Arab sudah diserap menjadi bahasa Indonesia, seperti:
- sedekah (shodaqoh)
- gaib (ghaib, ghoib)
- magrib (maghrib)
- azan (adzan)
- kalbu (qolbu)
- batin (bathin)
- wasalam (wassalam)
Namun, lagi-lagi, penulisan kata-kata tersebut sering tidak seragam.
Jadi, sekali lagi, meskipun sudah ada pedoman Transliterasi Arab-Latin SKB Menag dan Mendibud, tidak jarang buku-buku pelajaran agama ataupun buku agama yang lain masih belum seragam mengeja kosakata Arab tersebut.
Ada kecenderungan untuk menuliskan konsonan bahasa Arab itu dalam bentuk huruf ganda, seperti dl, dh, dz, sh, gh, th, ts.
Padahal, menurut pakar bahasa, huruf ganda seperti itu tidak ada dalam sistem ejaan Indoesia. Oleh sebab itu, seharusnya tidak digunakan dalam menuliskan unsur serapan bahasa.
Anda dan saya mungkin merasa bingung mencermati cara penulisan kata-kata di bawah ini: mana yang benar
- Ramadhan – Ramadlan – Ramadan
- syari’at – syariat
- ’Ashar – Asar
- jama’ah – jamaah
- Jum’at – Jumat
- Iraq – Irak
- dhu’afa – dhuafa, duafa
- Al-Qur’an – Al-Quran, Quran, Alquran
- zhalim – zalim, dholim, lalim
- Dhuhr – duhur, zuhur
- ma’ruf – makruf, maruf
- mu’jizat – mukjizat
- da’wah – dakwah
- ma’shiat – maksiat
- fiqih, fiqh – fikih
- ta’jil – takjil
- shaum – saum
Yang lebih memusingkan adalah penulisan huruf vokal yang dibacanya panjang (mad).
Dalam SKB Menag dan Menteri P&K No. 158 tahun 1987 No. 0543 b/u/1987 disebutkan, vokal yang dibaca panjang ditulis dengan tanda garis di atasnya: ā ī ū
Ain mati diganti tanda petik satu (‘), misalnya ma’ruf, mi’raj, da’wah. Belakangan lebih banyak diganti huruf “k”, jadi makruf, mikraj, dakwah.
Hamzah mati tidak dilambangkan atau disamakan dengan ‘ain mati (‘). Kumaha yeuh….? Lieur!
Akhirulkalam, menjadi tugas lembaga-lembaga bahasa untuk gencar menyosialisasikan pedoman transliterasi Arab-Indonesia. Jika perlu, pedoman itu direvisi untuk mengakomodasi ragam pendapat yang ada. Wasalam. (www.romeltea.com).*