TIAP jelang shalat Jumat, sesaat sebelum khotib naik mimbar, biasanya ada perwakilan DKM Masjid yang bertugas sebagai MC. Ia mengumumkan nama khotib, waktu shalat, dan pemasukan-pengeluaran keuangan (kencleng), serta informasi lainnya.
Itulah “tradisi” keterbukaan informasi yang sudah lama berlaku di masjid-masjid di Indonesia. Itu pula contoh bagus tentang transparansi anggaran sekaligus pertanggungjawaban dana publik (umat) yang diamanahkan kepada masjid.
Tradisi demikian “diadopsi” oleh negara dengan diundangkannya Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) No. 14 Tahun 2008. UU KIP (Link Download UU KIP) pada intinya memerintahkan Badan Publik untuk transparan dan menyediakan informasi.
Badan Publik, menurut UU KIP, yaitu lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Ada tiga jenis informasi publik yang harus dipublikasikan Badan Publik:
- Penginformasian secara Berkala.
- Secara Serta Merta.
- Informasi yang wajib Tersedia Setiap Saat.
IKHTISAR UU KIP
- Informasi = keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda.
- Informasi Publik = informasi badan publik yang berkaitan dengan kepentingan publik.
- Badan Publik = lembaga/organisasi yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
- Informasi Publik yang dikecualikan = bersifat rahasia didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul & untuk melindungi kepentingan yang lebih besar.
Yang melatarbelakangi UU KIP antara lain:
- HAM: Right to Know
- Social Control
- Transparansi
- Mendekatkan birokrasi – masyarakat
- Mencegah Abuse of Power
Prinsip Informasi Publik
- Aksesibilitas
- Kontinyuitas/Update
- Teknikalitas/Profesional
- Profitabilitas
- Akuntabilitas
Pemerintah dinilai belum maksimal menerapkan UU KIP. Baru sedikit Kementerian/Lembaga yang telah menyediakan informasi secara berkala dalam situsnya dan 7 dari 33 Pemerintah Provinsi. (Kompas.com, 15 April 2012).
Salah satu kendala dalam pelaksanaan UU KIP adalah keterbatasan SDM/Bagian Humas dalam mengelola informasi –Media Relation & PR Wiriting, termasuk dalam mengelola media instansi (inhouse magazine), portal/website, dan media sosial.
Kendala tersebut tampaknya juga terjadi di kalangan organisasi massa (ormas) dan organisasi politik (orpol) yang juga menjadi Badan Publik ketika keduanya mendapatkan bantuan dana APBN/APBD, sumbangan dari masyarakat, dan sumbangan dari luar negeri dalam operasionalnya.
UU KIP menegaskan: “Badan Publik adalah…organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Dengan demikian, tiap ormas, orpol, sebagaimana instansi pemerintah/swasta yang termasuk Badan Publik, wajib update informasi di websitenya atau di media komunikasi lain. Jika tidak, mereka melanggar UU KIP dan bisa dipindanakan! Makanya, siapkan staf humas yang memenuhi kriteria humas profesional: andal dalam writing skills! Wasalam. (www.romeltea.com).*