Kini zaman KISS, Keep It Simple and Short! Orang lebih suka tulisan pendek ketimbang yang panjang. Dalam bahasa apa pun, kata orang, tulisan pendek lebih mudah dipahami. Makanya, gunakan bahasa jurnalistik: hindari pemborosan kata!
Aturan baku, lebih tepatnya sih “anjuran” yang sifatnya “sunah muakkad”, panjang tulisan, khususnya untuk media online atau blog, tidak boleh lebih dari 800 kata! Kira-kira 1,5 halaman A4 dengan font Calibri 12 point di MS Word.
Cara terbaik untuk membuat tulisan pendek adalah “hemat kata” (economy of words) –salah satu karakter bahasa jurnalistik (bahasa media). Penghematan bisa dilakukan dalam unsur kata dan kalimat.
Dalam unsur kata, pilih kata yang lebih pendek, misalnya:
- “lalu” (kemudian)
- “kaget” (terkejut)
- “sekitar“ (kurang lebih)
- “hingga” (sehingga)
- “tapi” (tetapi).
- “dari” (daripada)
- “kini” (sekarang
- “kian” (semakin
Penghematan dalam unsur kalimat, misalnya gunakan kata:
- “mencuri” (melakukan pencurian)
- “meneliti” (melakukan penelitian)
Hindari juga penggunaan kata-kata yang “tidak penting” –dalam bahasa jurnalistik disebut “Kata Jenuh”, “Kata Penat “, ” Tired Word”, atau “Ungkapan Klise” (Stereotype) — seperti:
- “sebagaimana kita ketahui”
- “sementara itu“
- “dalam rangka”
- “dapat ditambahkan”
- “dapat kami informasikan”
- “perlu diketahui” (kalo pembaca ‘gak perlu tau, ngapain ditulis, ya ‘gak?)
- “bahwasanya”
- “sehubungan dengan hal itu”
- “selanjutnya”
- “adapun” (di awal kalimat)
- “yang mana” (kata sambung)
- “di mana” (kata sambung)
- “adalah” (di awal kalimat)
Bagaimana jika tulisan itu berupa cerpen, novel, atau puisi? Beda lah! Kalau untuk tulisan fiksi, sastra, dan feature, justru kayaknya harus “dilebaykan” alias menggunakan kata-kata yang berona (colorful words), misalnya “menitikkan air mata” terasa lebih “dramatis” ketimbang “menangis”, “matanya berbinar-binar” (gembira), “memendam asa” (berharap), dan sebagainya. Wasalam. (www.romeltea.com).*