JUDUL posting ini, Gaji Wartawan Kecil: Jika Ingin Kaya, Jangan Bekerja di Bidang Pers, gabungan isu terkini dan pernyataan wartawan kawakan Amerika Serikat, ML Stein, dalam bukunya Newswriter’s Handbook: An Introduction to Journalism.
Isu gaji wartawan mencuat setelah pada acara peringatan Hari Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia di Universitas Bung Karno Jakarta, Kamis (17/8/2017), Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyatakan bahwa gaji wartawan kecil.
“Jangan tinggalkan rakyat, jangan luruskan ketidakadilan, jangan hanya bela orang kaya saja. Kira-kira itu kan baik,” kata Prabowo dikutip berbagai media.
Prabowo menilai, masih ada kalangan masyarakat yang masih belum sejahtera.
Sambil bercanda, ia lantas mengambil contoh kesejahteraan para wartawan yang mewawancarai dirinya.
“Ya, kami bela kalian juga, para wartawan. Gaji kalian juga kecil, kan?” ujar dia. Lebih lanjut dia berseloroh, “Kasihan lihat kalian enggak bisa belanja di mal, jadi kami berjuang untuk kalian. Merdeka!”
Data daftar Gaji Wartawan di Jakarta tahun 2016 yang dikutip Kumparan menunjukkan, gaji tertinggi wartawan di Jakarta hanya mencapai 5,8 juta.
Kecilnya gaji wartawan atau pekerja media memunculkan ekses Wartawan Amplop atau Wartawan Bodrex.
Menjadi wartawan memang jangan diniatkan untuk mencari uang. Bekerja di bidang pers atau media bukan untuk menjadi kaya, sebagaimana dikemukakan M.L. Sten dalam buku di atas yang sudah diterjemahkan Bagaimana Menjadi Wartawan (Juni 1993).
Stein mengatakan, “Jika Anda ingin kaya, janganlah bekerja di bidang pers, kecuali Anda mempunyai perusahaan sendiri atau Anda seorang penulis terkemuka dalam beberapa perusahaan pers. Jurnalistik bukanlah pekerjaan mudah, tetapi ia dapat membuat seorang wartawan merasa lebih penting dari seorang pengurus bank. Uang adalah penting, tetapi ia bukan merupakan pendorong bagi seseorang untuk melibatkan diri dalam bidang persuratkabaran.”
Sebagai tambahan, saya kutipkan pernyataan Coleman Hartwell dalam bukunya, Do You Belong In Journalism?
“Seseorang yang tidak mengetahui cara untuk mengatasi masalah dan tidak mempunyai keinginan untuk bekerja dengan orang lain, tidak sepantasnya menjadi wartawan. Hanya mereka yang merasa bahwa hidup ini menarik dan mereka yang ingin membantu memajukan kota dan dunia yang patut terjun di bidang jurnalistik”.
Dulu, waktu masih mengajar para calon wartawan di kampus (mahasiswa jurusan jurnalistik), saya sering mengemukakan hal di atas.
Saat ada yang bertanya, berapa gaji wartawan, saya katakan tergantung perusahaan media atau lembaga penerbitan persnya.
Gaji wartawan pada dasarnya diatur dalam UMR atau UMK karena wartawan juga pekerja (buruh) dan pemerintah mengatur upah minimum bagi pekerjanya.