Dalam menulis di media, gunakan bahasa jurnalistik agar mudah dipahami pembaca.
“Kalau pembaca tidak bisa mengerti apa yang Anda tulis, lalu buat apa menulis? Kalau pembaca tidak bisa memahami apa yang ada dalam berita Anda, maka tidak terjadi komunikasi,” kata Albert Hester, editor buku Handbook for Third World Journalist, USA, 1987.
Bandingkan dua kalimat berikut ini!
1. Terapi untuk menghidupkan hati yang mati (mautul qolb) membutuhkan intervensi Tabib Mahaagung Allah Rabbul Jalil, berupa pelita hidayah yang membimbing ke arah semburat cahaya imani (Q.S. Yunus:9).
2. Menghidupkan hati yang mati (mautul qolb) perlu bantuan Allah SWT, berupa hidayah yang membimbing ke arah cahaya iman.
Kalimat mana yang lebih mudah dipahami orang banyak? Tentu yang kedua.
Kalimat pertama berbunga-bunga, banyak bermain dengan kata-kata atau istilah. Kalimat kedua langsung ke pokok masalah, tidak berbelit-belit. Anda pun dapat menilai.
Kalimat pertama bukan bahasa wartawan, melainkan lebih merupakan bahasa penyair. Kalimat kedua lebih merupakan bahasa jurnalistik.
Ingat kata Al Hester, “Kalau pembaca tidak bisa mengerti apa yang Anda tulis, lalu buat apa menulis? Maka, gunakan bahasa jurnalistik ketika Anda menulis berita atau artikel.
Lain halnya ketika Anda menulis feature. Menulis “karangan khas” itu memang perlu “bahasa penyair”. Dalam berita atau artikel kita mendahulukan informasi. Sedangkan dalam penulisan feature kita mengedepankan informasi sekaligus “hiburan”.
Bahasa Jurnalistik diistilahkan sebagai language of mass communication (bahasa komunikasi massa), bukan language of journalistic. Pasalnya, tulisan jurnalistik adalah tulisan yang dipahami banyak orang.
Ingat kata Al Hester, “Kalau pembaca tidak bisa memahami apa yang ada dalam berita Anda, maka tidak terjadi komunikasi.”
Bahasa jurnalistik tidak elitis atau eksklusif yang hanya dimengerti kalangan tertentu. Resep dokter jelas bukan bahasa jurnalistik karena ia hanya bisa dimengerti oleh dokter dan apoteker.
Anda tidak perlu bergaya atau “so intelek” ketika membuat artikel dengan memakai sebanyak mungkin istilah asing atau “bahasa ilmiah”.
Bahasa Jurnalistik adalah bahasa komunikatif dan spesifik. Komunikatif artinya langsung menjamah materi atau ke pokok persoalan (straight to the point), tidak berbunga-bunga, tanpa basa-basi, tidak berbelit-belit, alias tidak bertele-tela, tetapi langsung ke sasaran (straight to the point).
Spesifik artinya mempunyai gaya penulisan tersendiri, sebuah gaya bahasa yang sederhana, kalimat-kalimatnya pendek dengan kata-kata yang jelas dan mudah dimengerti.
Pertimbangan
Pertimbangan atau landasan penggunaan gaya demikian (langsung ke pokok masalah) adalah demi kepentingan pembaca atau konsumen.
Ingat, kita menulis untuk pembaca, bukan untuk diri kita. Maka, gunakan perspektif mereka. Raba kondisi pikiran dan psikologis mereka.
Pembaca diasumsikan selalu dalam keadaan bergegas atau punyak sedikit waktu untuk membaca.
“Orang sering membaca koran untuk bersantai,” ungkap Al Hester. “Mereka tidak ingin dipersulit untuk memikirkan apa yang dikatakan, sekalipun mereka sangat berpendidikan.”
Di kota-kota besar, pembaca koran sering dianggap sebagai “pembaca kepala/judul berita” (headline readers) ataupun “pembaca teras berita” (lead readers).
Mereka diasumsikan tidak sempat membaca koran secara mendalam atau memiliki waktu banyak untuk membaca.
Yang mereka inginkan adalah mengetahui isi berita atau informasi terbaru yang dibuat wartawan. Prinsipnya, isi berita dapat langsung dimengerti pembaca. Wasalam. (www.romeltea.com).*