Ironi Dunia Radio Siaran

penyiar siaran radio

RADIO merupakan media hiburan dan informasi paling murah dan mudah didapat.

Dengan adanya radio streaming, jangkauan siaran radio tidak lagi lokal-regional, tapi bisa mendunia. Peminat bisnis radio masih banyak, namun pemilik radio yang minat menjual radionya juga tidak sedikit.

Pendengar bisa mendapatkan hiburan dan informasi gratis dari radio. Penyiar menjadi teman setia saat sendiri atau saat “galau”. Tapi, tahukah pendengar, ada ironi di dunia radio siaran.

Ironi pertama, antara pendirian radio baru dan pembelian radio yang dijual.

Mendirikan radio baru itu, ribetnya minta ampun! Anda harus susun proposal, mengisi sejumlah formulir dari Komisi Penyiaran, mengajukan permohonan perizinan, mengurus izin usaha, izin mendirikan bangunan, izin tetangga, dan “segudang” izin lainnya.

Read More

Belum lagi verifikasi administrasi dan teknis, verifikasi lokasi, audiensi, uji publik, dan “keribetan” lainnya.

Ironisnya, yang punya duit dan ingin memiliki radio, tidak mesti repot-repot seperti mendirikan radio baru. Tinggal beli, sekian M, lalu mengubah nama udara radio “semaunya”, ubah format dan program acara “semaunya”, dan rombak manajemen (pemecatan dan perekrutan) dengan luasa. Beres!

Komisi Penyiaran tidak mempunyai wewenang melarang atau mengaturnya. Beli radio menjadi jalan pintas memiliki radio.

Sebagai contoh, Radio Antassalam 103,9 FM Bandung dengan mudah berubah nama dan format ketika dibeli oleh radio kompetitornya, Dahlia FM. Kini radio dakwah itu berubah menjadi “bukan radio dakwah”. Kini 100% musik pop Indonesia.

Bayangkan, betapa ribetnya dulu saat pertama kali Antassalam mengurus izin sana-sini, dan sang pembeli dengan mudahnya mengubah semuanya. Ini ironi! KPI/KPID? Gak ada ngaruh! Gak bisa berbuat apa-apa. “Kewenangan kami terbatas,” begitu kira-kira alasannya.

Ironi kedua, jasa penyiar bagi pendengar sangat luar biasa. Makanya banyak pendengar yang suka datang ke studio dan membawa makanan sebagai “kadeudeuh” buat penyiar idolanya.

Tapi, tahukah pendengar, ada ironi di dunia radio menyangkut penyiar ini. Umumnya penyiar bukan karyawan tetap perusahaan, tidak memiliki saham sepersekian persen pun! Umumnya penyiar itu tenaga kontrak yang bisa dipecat kapan saja.

Tidak hanya itu, “gaji/honor” penyiar pun banyak yang underpaid, dibayar murah. Padahal, untuk jadi penyiar, banyak yang harus mengikuti kursus dengan membayar mahal, atau kuliah D3 penyiaran dengan SPP jutaan rupiah! Sudah jadi penyiar, bayarannya kecil, tenaga kontrak pula! What an irony!

Namun, penyiar tetap enjoy, happy, karena uang bukan tujuan. Penyiar adalah hobi, harus berjiwa volunteer pula! Relawan entertainer pendengar. Menjadi penyiar itu kebanggan, sekaligus kehormatan. Bangga bisa berbuat banyak buat pendengar. Bahagia bisa “ekspresi diri” di udara.

Wahai penyiar, ikhlaskan diri dalam bertugas! Anda, penyiar, membuat banyak pendengar senang. Biarkan Tuhan Yang Mahaadil dan Mahabijak yang mengatur pahala, rezeki, dan kebahagiaan bagi Anda. Amin! Wasalam. (www.romeltea.com).*

BALADA SEORANG PENYIAR

Related posts