Kata Mubazir dan Kata Jenuh – Bahasa Jurnalistik

Kata Mubazir dan Kata Jenuh harus dihindari saat menulis berita atau artikel untuk media massa.  Hal itu agar tulisan menjadi ringkas, efektif, dan memenuhi standar bahasa jurnalistik.

kata mubazir jenuh bahasa jurnalistik

Jika Kata Mubazir dan Kata Jenuh masih digunakan, maka terjadi pemborosan kata atau kalimat –hal tabu bagi jurnalis profesional karena bertentangan dengan kaidah bahasa media atau gaya bahasa wartawan.

Kata Mubazir

Kata Mubazir adalah  kata-kata yang sebenarnya dapat dihilangkan dari kalimat karena pemborosan.

“Mubazir” artinya menjadi sia-sia atau tidak berguna; terbuang-buang (karena berlebihan); berlebih(an); bersifat memboroskan; berlebihan; royal; orang yang berlaku boros; pemboros (KBBI).

Jika kata-kata berikut ini dihapus, dan kalimat tidak berubah makna, maka termasuk kata mubazir yang sebaiknya dihapus karena sia-sia, tidak berguna, berlebihan:

Read More

Contoh kata mubazir:

  • adalah (kata kopula)
  • telah (petunjuk masa lampau)
  • untuk (sebagai terjemahan to dalam bahasa Inggris)
  • dari (sebagai terjemahan of dalam bahasa Inggris)
  • bahwa (sebagai kata sambung)
  • bentuk jamak yang tidak perlu diulang.

Contoh kata mubazir dalam kalimat:

  • Ia adalah seorang dokter –> Ia seorang dokter.
  • Ia telah menikah setahun lalu –> Ia menikah setahun lalu.
  • Ia berupaya untuk menjadi dokter teladan –> Ia berupaya menjadi dokter teladan.
  • Bapak dari dua anak ini  –> Bapak dua anak ini.
  • Ia mengatakan bahwa anaknya memang bersalah –> Ia mengatakan anaknya memang bersalah.
  • Banyak teman-temannya yang terharu –> Banyak temannya yang terharu.

Termasuk kata mubazir: “pada hari”, “pada bulan”, “pada tahun”, dan “bertempat di” seperti dalam contoh di bawah ini:

  • Acara dilaksanakan pada hari Minggu sore tanggal 11 Januari 2012 –> Acara dilaksanakan Minggu sore, 11 Januari 2012 (lebih hemat kata/efektif).
  • Itu ditemukan pada tahun 1969 –> Itu ditemukan tahun 1969.
  • Harga BBM mulai naik pada bulan Januari 2013 –> Harga BBM mulai naik Januari 2013.
  • Mahasiswa dan polisi bentrok dalam aksi demonstrasi yang bertempat di Bundaran HI –>Mahasiswa dan polisi bentrok dalam aksi demonstrasi di Bundaran HI –>

Kata Jenuh

Kata Jenuh –disebut juga  kata penat, tired word, kata klise, dan stereotype— adalah kata-kata atau ungkapan klise yang sering dipakai dalam transisi (peralihan) berita atau di awal laporan/tulisan.

Kata jenuh merupakan kata yang berulang-ulang dipergunakan. Karena terlalu sering dipakai, pembaca pun jadi bosan—jenuh dan letih membacanya.

Kata jenuh dari segi fungsi, termasuk kategori basa-basi (klise), sama sekali tidak ada faidahnya, seperti halnya kata mubazir.

Kata jenuh yang masih sering digunakan wartawan antara lain –padahal seharusnya dihilangkan– antara lain:

  • sementara itu
  • dapat ditambahkan
  • perlu diketahui
  • dalam rangka
  • bahwasanya
  • sehubungan dengan hal itu
  • selanjutnya
  • adapun
  • yang mana
  • di mana

Kata jenuh yang paling sering muncul dalam tulisan wartawan adalah kata “sementara itu”. Lazim ditemukan dalam peralihan berita dari peristiwa satu ke peristiwa lain.

Misalnya, dari berita tentang Liga Inggris ke berita tentang Liga Italia. Untuk menyambungkannya yang paling sering digunakan Kata Jenuh seperti “Sementara itu”.

Wartawan NBC News, Edwin Newman, mengatakan, ketika mempelajari berbagai naskah yang ditulisnya pada awal-awal dia menjadi koresponden, dia mencoret  setiap kata “sementara itu” dan mendapatinya tidak satu pun dari kata itu diperlukan.

Wartawan yang masih banyak menggunakan kata jenuh & kata mubazir dalam menulis berita atau reportase (radio/televisi) berarti belum profesional, karena masih “tidak tahu” atau “malas” soal ketaatan pada kaidah bahasa jurnalistik.

Mantan Pemred Republika, Parni Hadi, dalam sebuah acara talkshow di TVRI mengatakan, masih banyaknya tulisan wartawan yang menggunakan kata mubazir dan kata jenuh akibat salah satu dari dua hal: kebodohan (ketidaktahuan) atau kemalasan.

Lebih parah, jika akibat keduanya  –bodoh dan malas. Waduh! Wasalam. (www.romeltea.com).*

* Sumber: Bahasa Media (Baticpress, Bandung 2010) dan Kamus Jurnalistik (Simbiosa, Bandung, 2009). Lihat My Books

 

Related posts