Narsisisme atau narsis menggejala di era media sosial. Apa pengertian narsis? Bagaimana asal-usulnya?
Asal Usul Narsis
Syahdan, dalam mitologi Yunani hiduplah seorang pemburu tampan luar biasa bernama Narkissos.
Ketampanan telah membuatnya menjadi seorang yang sombong. Dia sering menolak cinta banyak gadis karena merasa mereka tak sepadan dengan dirinya.
Di antara para gadis yang kesengsem pada Narkissos, tersebutlah seorang dewi bernama Ekho.
Suatu hari secara diam-diam Ekho mengikuti Narkissos yang sedang berburu di dalam hutan. Di suatu tempat
Narkissos mendengar langkah kaki Ekho dan berteriak, “Siapa itu?”.
Ekho menjawab dengan teriakan yang sama, “Siapa itu?”.
Begitu seterusnya sampai akhirnya Ekho menampakkan diri dan memeluk sang pujaan hatinya. Narkissos terkaget-kaget dan berusaha melepaskan diri. Dia lalu mengusir Ekho dan meninggalkannya sendirian.
Karena merasa patah hati, Ekho memohon bantuan pada Nemessis, sang dewi pembalas dendam. Nemessis mengabulkan doa Ekho dengan mengutuk Narkissos supaya jatuh cinta kepada dirinya sendiri.
Saat Narkissos melihat bayangan dirinya di sebuah kolam, tak henti-hentinya dia mengagumi sosok yang dipantulkan oleh air. Terus menerus seperti itu hingga ajal menjemputnya. Usai kematiannya, Narkissos lalu menjelma menjadi setangkai bunga, Bunga Narsis.
Kisah Narkissos inilah yang melatarbelakangi penggunaan kata “narsisisme” dalam ilmu psikologi modern.
Pengertian Narsis
Definisi bebas dan singkat dari narsisisme adalah rasa cinta berlebihan terhadap diri sendiri.
Orang yang mengalaminya disebut “narsisis”, tapi orang Indonesia yang amat suka dengan singkatan biasa menyebutnya “narsis” saja.
Dalam psikologi modern, mereka digolongkan sebagai pengidap Narcissistic Personality Disorder (NPD).
Maraknya situs-situs jejaring sosial atau pertemanan di Internet seperti Facebook bagaikan menghidupkan kembali “gen-gen” narsisme dalam diri manusia.
Narsis dan Facebook
Hasil penelitian yang dirilis dalam jurnal “Cyberpsychology, Behaviour and Social Networking” seperti dikutip The Daily Mail mengungkapkan, menggunakan Facebook (FB) seperti memandang diri sendiri pada cermin.
Mereka yang menghabiskan waktu memperbarui profilnya di Facebook kemungkinan besar adalah para narsis, kata para ilmuwan.
Ada Facebooker yang di setiap kesempatan meng-update statusnya atau menggonta-ganti avatar (foto profil). Status yang ditulisnya seringkali adalah hal-hal sepele yang “nggak penting-penting banget” buat orang lain.
“Ritual” ini dilakukannya kapan dan di mana saja.
Pokoknya, segala hal yang dia rasa perlu diberitakan, langsung ditumpahkan di status FB-nya. Entah karena nalurinya sebagai reporter atau hanya karena takut info yang didapatnya keduluan oleh yang lain.
Cuma satu yang ada di pikirannya: statusnya harus “deadline every minute”. Harapannya, halaman dindingnya akan ramai dikomentari oleh teman-temannya.
Tapi ssstt… tunggu dulu, ternyata ada “pesan peringatan” buat mereka yang doyan meng-update statusnya. Pesannya lumayan mengagetkan: seseorang yang sangat bergantung pada FB cenderung tidak mempunyai teman lagi di dunia maya.
Koq bisa?
Karena sobat-sobatnya mulai risih dan bosan dengan statusnya yang terus diupdate setiap waktu. Mereka cenderung tak lagi mempedulikan status si pecandu FB, bahkan akan segera menghapusnya dari daftar teman.
Fakta itu berasal dari Denver Business School, Universitas Colorado AS, yang melakukan penelitian terhadap para pengguna FB.
Christopher Siboa, seorang peneliti dari universitas itu, menganalisis sekitar 1.500 akun FB hanya untuk mencari tahu apa alasan utama orang tidak ingin berteman lagi dalam jejaring sosial itu.
Hasilnya menunjukkan, sebagian orang bosan berteman dalam FB dikarenakan sangat risih membaca status sepele yang ditulis seseorang di halaman profil-nya. Hal-hal “remeh-temeh” yang bikin jenuh itu misalnya soal “menu sarapan”, “perjalanan ke kantor”, atau soal gosip.
Demikian pengertian dan asal-usul narsis yang saya sadur dari Antara. Wasalam. (www.romeltea.com).*