DI hampir semua panduan menulis, kita disarankan “mengenali audiens” atau pembaca tulisan kita (knowing the readers).
Sama halnya dengan panduan berbicara di depan umum (public speaking), kita pun disarankan mengenali audiens atau komunikan.
Pengertian Audiens
An audience is a group of people who participate in a show or encounter a work of art, literature (in which they are called “readers”), theatre, music (in which they are called “listeners”), video games (in which they are called “players”), or academics in any medium. (Wikipedia)
Tujuan Mengenal Audiens
Tujuan mengenal audiens dimaksudkan agar kita mampu berkomunikasi secara efektif, tepat sasaran, berhasil-guna, karena bergaya bicara atau bergaya bahasa yang sesuai dengan karekter pendengar/pembaca.
Gaya bahasa dalam menulis untuk dibaca anak TK, tentu akan berbeda dengan gaya bahasa untuk siswa SMA, mahasiswa, dan sebagainya.
Menulis surat untuk orangtua (kalo masih ada; sekarang ‘kan ‘gak zaman tuh nulis surat geetoo?), tentu berbeda gaya dengan menulis surat buat guru, temen, atau kekasih.
Ah, sudahlah, itu sekadar pengandaian atau tamsil sekaligus buat prolog tulisan ini. Yang saya “share” dengan Anda kali ini tentang kategori audiens atau pembaca. Ini penting guna menentukan gaya bahasa atau gaya tulisan kita, biar komunikatif!
Tujuan menulis ‘kan komunikasi, ya ‘gak? Lalu, tujuan komunikasi sendiri adalah tersampaikannya pesan, message, atau informasi sehingga mampu memengaruhi komunikan –terhibur, tercerahkan, tersadarkan, bahkan “terprovokasi” juga bisa, bergantung tujuan komunikasinya (to inform, to educate, to entertaint, to … naon deui…?).
Tiga Kategori Audiens
Menurut Michel Muraski (Journalism and Technical Communication Department of Colorado State University), sebagaimana tertuang dalam “Writing Guides” (http://writings.colostate.edu), ada tiga kategori audiens:
- The “lay” audience
- The “managerial” audience
- The “experts.”
The “lay” audience adalah pembaca yang tidak memiliki pengetahuan khusus atau tidak memiliki keahlian khusus (has no special or expert knowledge). Mereka orang biasa, sering disebut orang awam, mungkin juga “polos”, innocent.
Biasanya, mereka butuh informasi latar (background information), asal-muasal sebuah masalah atau kasus. Mereka butuh lebih banyak definisi dan deskripsi, sedetail mungkin. Bahkan, mereka mungkin ingin visual atau grafis atraktif, ilustrasi, gambar, atau bagan.
Itulah salah satu sebab mengapa buku panduan produk elektronik hampir pasti disertai grafis atau bagan. Diasumsikan, konsumen masih awam soal produk itu. Betul?
Kategori kedua, “managerial audience”, mungkin memiliki pengetahuan lebih banyak ketimbang “lay audience” tentang suatu tema atau masalah. Namun, mereka butuh informasih lebih banyak, data lebih lengkap, sebagai masukan, bahan pertimbangan, dalam membuat keputusan tentang suatu isu.
Informasi latar belakang, fakta, dan mungkin statistik sangat mereka butuhkan demi sebuah keputusan yang pas, tepat, dan bijak.
Kelompok “experts audience” mungkin pembaca yang paling butuh info, presentasi, grafis, atau visual. Para ahli atau pakar ini sering merupakan “teoritis” atau “praktisi”.
Audiens macam ini butuh dokumen atau info yang up-to-date dan sangat rinci, termasuk sumber data. Bagi mereka, info yang gak jelas sumbernya, hanya “kabar angin”.
Yang ilmiah, katanya, harus jelas sumbernya. Jadinya, membudayalah kutip-mengutip, seperti yang saya lakukan dengan tulisan ini, ya mengutip pendapat Michel Muraski.
Skripsi, tesis, atau disertasi Anda, buanyaakkk… kutipannya juga ‘kan? Wasalam. (www.romeltea.com).*