Tulisan yang Baik Harus Ada Khobarnya

tulisanSUATU hari, seorang cendekiawan menyerahkan sebuah naskah usulan program kepada Moh. Natsir. Benar, Moh. Natsir yang itu, pahlawan nasional yang tokoh pendiri Masyumi itu.

Setelah menelaah naskah tersebut, Pak Natsir –rahimahullah– tersenyum dan dengan bijak berkata: “(Naskah proposal) ini bagus, tapi tidak ada khobarnya. Coba Saudara … (menyebut nama) perbaiki (naskah ini) agar jelas khobarnya”.

“Tidak ada khobarnya” adalah ungkapan Pak Natsir untuk mengatakan isi naskah/tulisan sang cedekiawan itu sulit dipahami.

Khobar adalah istilah Ilmu Nahwu (tata bahasa Arab), yakni keterangan atau predikat dalam bahasa Indonesia. Khobar adalah “soulmate” mubtada’, setara subjek atau pelaku dalam tata bahasa Indonesia.

Contoh: al-ilmu nurun, ilmu itu cahaya. Ilmu adalah mubtada’. Nurun atau nur (cahaya) adalah khobarnya. (Maaf nih, Ustadz! Saya cuma mencoba ingat-ingat hasil mesantren dulu, koreksi ya kalo salah…).

Kisah Pak Natsir dan cendekiawan itu saya dengar, berkali-kali, dari pengurus Dewan Da’wah Jawa Barat. Saya sangat sering mengobrol “sersan”, serius tapi santai, dengan pengurus yang sekarang jadi caleg itu (makanya, namanya tak saya sebut di sini, nanti disangka kampanye lagi… he he..).

Read More

Kisah itu saya kemukakan, hanya sebagai contoh, sebagus apa pun pemikiran kita, jika kita tuliskan dan orang lain sulit memahami tulisan itu, akan sia-sia. Tujuan menulis ‘kan komunikasi. Communication is a goal!

Tujuan tulisan kita adalah menyampaikan pesan, ide, pemikiran, atau informasi kepada pembaca. Nah, jika pembaca tidak mengerti yang kita tuliskan, lalu buat apa kita menulis? Aduh, jangan-jangan Anda juga sulit mencerna isi tulisan saya ini. Semoga tidak demikian.

My point is… setiap penulis harus menyadari, tulisannya dibaca orang lain, untuk pembaca, bukan untuk dirinya sendiri.

Kita sering menemukan tulisan yang isinya sangat bagus, namun tata bahasa atau susunan kalimatnya sungguh memusingkan –banyak pengulangan, tidak logis, tidak baku, boros kata-kata, dan sebagainya.

Demikian pula mungkin tulisan kita. Menurut kita sih bagus, sistematis, namun ternyata menurut pembaca malah rancu, membingungkan, dan pembaca harus “peras otak” untuk mencernanya. Aduh, jika tulisan kita demikian, sulit dicerna pembaca, maka gagallah komunikasi kita; gagal pula misi tulisan kita.

MARI… menulislah dengan baik dan benar. Salah satu kriteria tulisan baik dan benar adalah menggunakan tata bahasa yang baik. Jelas mubtada-khobar-nya, SPKO-nya (Subjek, Predikat, Objek, Keterangan).

Untuk mencapai hal itu, gunakanlah kalimat aktif, hindari kalimat pasif, jauhi sekuat mungkin anak kalimat, dan gunakan kata dan kalimat pendek.

Dalam bahasa apa pun, kalimat pendek (juga naskah pendek) lebih mudah dipahami ketimbang kalimat/naskah panjang!

Khobar dalam Judul Berita

Setiap kali jadi trainer jurnalistik, saya hampir selalu memulai dengan praktik, praktik menulis berita, sebagai pre-test.

Saya minta peserta menulis judul dan lead (teras, alinea pertama), sebisanya. Berita tentang apa saja, misalnya kegiatan terbaru sebelum pelatihan.

Hampir semua, 99 persen, peserta menulis judul berita berupa subjek doang, tanpa predikat. Hanya berisi mubtada, tidak ada khobarnya.

Misalnya: Pelatihan Jurnalistik Humas Profesional. Judul ini baru berupa subjek, mubtada’, predikat atau khobarnya tidak ada.

Ada apa dengan Pelatihan Jurnalistik Humas Profesional? Kenapa Pelatihan Jurnalistik Humas Profesional? Sukses? Ricuh?

Judul yang benar, judul berita harus berupa kalimat lengkap, minimal terdiri dari Subjek + Predikat atau Mubtada + Khobar:

  • Pelatihan Jurnalistik Humas Profesional Berjalan Lancar
  • PT Anu Gelar Pelatihan Jurnalistik Humas Profesional
  • Pelatihan Jurnalistik Humas Profesional Tingkatkan Wawasan Peserta

Kalimat yang digaris bawah itu khobar, predikat.

Dalam jurnalistik, khobar adalah inti tulisan berita. Khobar sendiri diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi kabar. Kabar artinya berita. Nah, jelas kan, khobar itu berita itu sendiri.

Akhirulkalam –kita sudahi dulu, insya Allah bersambung— kita harus menguasai “senjata penulis/wartawan”, yakni tata bahasa Indonesia dan bahasa jurnalistik. Penguasaan kedua senjata itu akan memudahkan kita dalam berkomunikasi efektif dengan pembaca. Wasalam. (www.romeltea.com).*

 

Related posts