Assalamu’alaikum Kang Romel. Terima kasih atas jawabannya yang lalu kang, sangat membantu sekali, walau pembawaan diri masih agak kurang .
Tapi ada pertanyaan lagi nih kang..semoga bisa di jawab karena masih berkaitan dengan acara pada pertanyaan sebelumnya.
Pertanyaanya… jika kita sebagai pembedah buku (bukan si pengarang bukunya) sejauh manakah penilaian kita terhadap buku tersebut, subjektif ataukah harus selalu objektif ??.
Pertanyaan ini muncul karena sebelum membaca buku Agus Mustofa (AM), saya membaca buku Martin Lings (ML) yang berjudul “Muhammad”, ada pemahaman di buku AM yang menurut pemahaman saya tidak sesuai dengan buku karangan ML mengenai bisa atau tidaknya Nabi membaca dan menulis.
Apakah penilaian subjektif diperbolehkan untuk menutupi pemahaman yang dianggap tidak sesuai dengan pemahaman si pembedah buku dengan alasan agar tidak melahirkan suatu polemik (mohon maaf kalau pertanyaan inipun bisa menjadi polemik juga karena pemahaman saya yang masih sedikit ).
Jazakumullah, terima kasih atas jawabannya ya Kang..semoga ga bosen. rahmat fauzan
Jawaban
Wa’alaikum salam wr. wb. Sama-sama, afwan….
1. Bedah buku itu mengupas-tuntas buku dari berbagai sisi, desain, isi, dan redaksional. Kupas tuntas itu termasuk menilai dan mengeritik yang disajikan penulis buku.
Kita memberikan opini atau komentar kita tentang buku tersebut. Karenanya, subjektivitas pembedah tidak bisa dihindari karena penilaian dan kritik itu memang subjektif, namun harus tetap argumentatif, menilai masalah, menilai pendapat, dan bukan menilai “orangnya”.
2. Semua pendapat hakikatnya subjektif, based on pemahaman dan wawasan pengemuka pendapat. Objektif dalam hal ini pengertiannya faktual, sesuai dengan fakta yang ada. Wallahu a’lam. (www.romeltea.com)