Setiap media punya Agenda Setting untuk kepentingan ideologis, politis, dan ekonomis, termasuk pencitraan positif dan negatif.
REPUBLIKA Online menurunkan berita tentang perlunya umat Islam menyikapi Agenda Setting media yang menyudutkan umat Islam berjudul “Agenda Setting Penyudutan Posisi Umat Islam Harus Disikapi“, Senin, 13 Juni 2016, 15:15 WIB.
Dalam berita hasil wawancara dengan pakar sufisme Prof DR Abdu Hadi WM itu disebutkan, para cendikiawan Islam diharapkan segera bersikap atau mengeluarkan suara perihal kondisi umat Islam saat ini. Saat ini ada agenda media yang berusaha menyudutkan umat Islam sebagai pihak intoleran dan ketinggalan zaman harus segera disikapi.
“Ada usaha yang terencana untuk menyudutkan umat. Umat seolah tanpa perlindungan dan dibiarkan begitu saja untuk di-bully di media massa,” kata Abdul Hadi. “Umat butuh perlindungan dari pihak-pihak yang memang ingin mengecilkan peran ajaran Islam.”
“Ingat semua yang kini terjadi merupakan agenda setting,” tegasnya. “Bayangkan, penggusuran seorang pedagang warung Tegal menjadi isu serius, padahal penggusuran ratusan rumah, warung, dan tempat usaha di dekat kampung tua Islam di Jakarta (juga di sekitar Pasar Tanah Abang–Red) tak dihiraukan bahkan dipuji habis-habisan. Ini jelas mengusik keadilan dan harus membuat kaum cendekiawan Muslim bersikap,” ujar Abdul Hadi.
Ringkasnya, kasus razia warung makan di Serang, Banten, diblow-up sedemikian rupa, menarik simpati, namun “terinjeksi” agenda yang hendak menyudutkan umat Islam yang tengah beribadah puasa Ramadhan. Agenda itu menuai sukses besar setelah ada penggalangan dana, bahkan Presiden pun turut memberikan sumbangan! Luar biasa!
Muncullah kembali ungkapan “hormati yang tidak puasa”, sebuah pemikiran “anomali” atau “terbalik”, sekaligus “tidak fair”. Saat Natal, kita tidak pernah mendengar ungkapan “hormati yang tidak natalan”. Saat Nyepi, kita tidak pernah mendengar ungkapan “hormati yang tidak nyepi”.
Apa itu Agenda Setting?
Di blog ini, saya sudah dua kali menulis tentang Agenda Setting.
Baiklah, saya ringkas poinnya. Omong kosong jika ada media yang menyatakan netral. Tidak ada media yang netral alias tidak berpihak.
Pasalnya, tiap media punya agenda setting sesuai dengan visi dan misi publisher atau lembaga penerbitannya, terutama sesuai dengan ideologi dan keimanan pemiliknya (owner).
Kita tidak akan menemukan berita tentang Lumpur Lapindo di TV One. Tidak akan ada berita negatif tentang Partai Nasdem di Metro TV. Tidak mungkin ada berita negatif tentang Perindo di RCTI, Global TV, dan MNC TV.
Wartawan yang paling idealis sekalipun, tidak akan bisa melawan agenda setting media tempatnya bekerja. Wartawan bekerja sesuai dengan visi, misi, serta editorial policy (kebijakan redaksi) plus agenda setting pemimpin tertingginya –pemilik, pemimpin umum, atau pemimpin redaksi.
Jika sebuah media tidak memiliki visi dan misi, maka agenda pemberitaannya nanti akan “ngawur”, tidak jelas visi yang hendak dicapainya dan misi yang harus dijalankannya.
Pengertian Agenda Setting
Dalam literatur komunikasi, teori Agenda Media atau Agenda Setting Theory dikemukakan Maxwell McCombs and Donald L. Shaw (McCombs, M., & Shaw, D.L. (1973). The agenda-setting function of the mass media. Public Opinion Quarterly, 37, 62-75):
“The Agenda-Setting Theory says the media (mainly the news media) aren’t always successful at telling us what to think, but they are quite successful at telling us what to think about.”
Teori Agenda Setting ini menggambarkan “kemampuan media berita (news media) untuk menentukan topik yang akan menjadi pemikiran dan pembicaraan publik”.
Cohen (1963) menjelaskan asumsi dasar Agenda Setting Theory, antara lain, to tell what to think about (membentuk persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting) dan apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Apa yang dilupakan media, akan luput pula dari perhatian masyarakat.
Aksi demo menentang pemerintah, semasif apa pun, tidak akan muncul di media-media yang sudah “dibeli” oleh rezim. Sebaliknya, aksi demo anti-rezim, sekecil apa pun, akan diekspos dan dikesankan besar oleh media oposisi atau yang kritis terhadap pemerintah.
Isu yang merusak citra Islam dan kaum Muslim, akan diekspose, jadi viral, diblow-up habis-habisan oleh media-media anti-Islam. Sebaliknya, isu yang sekiranya menguntungkan citra Islam dan kaum Muslim, akan diredam, bahkan tidak diberitakan sama sekali.
Tujuan Agenda Setting: Public Policy
Secara praktis, Agenda-Setting menentukan apa yang harus diberitakan sehingga menjadi “agenda publik” (public agendas), yakni isu utama yang menjadi bahan pembicaraan; diharapkan agenda publik nantinya menjadi “agenda kebijakan” (policy agenda) atau mempengaruhi “agenda politik” (political agenda) para pembuat kebijakan, yang pada akhirnya menentukan kebijakan publik (public policy).
- Agenda Setting
- Public Agenda
- Policy Agenda
- Political Agenda
- Public Policy
Pemberitaan media melalui proses tertentu yang “dibingkai” (framing) berdasaran agenda setting, sehingga menimbulkan pengaruh dan interpretasi tertentu dan menciptakan “opini publik” (public opinion). Opini publik itulah yang mengendalikan pemikiran dan sikap masyarakat terhadap isu tertentu.
Ada analisis, blow-up kasus razia warung makan di Banten memiliki agenda “penghapusan perda-perda Syari’ah” yang pro-Islam, atau setidaknya merusak citra kesucian Ramadhan yang merupakan bulan tersuci umat Islam.
Situs dakwah Islamedia berusaha “melawan” kasus razia makanan di Banten ini dengan menurunkan berita kasus Bupati Paniai Papua yang mengatakan “Selama Umat Kristen Beribadah, Tutup Total Toko dan Rumah Makan di Hari Minggu“.
Agenda settingnya kira-kira begini: larangan warung makan buka siang hari selama bulan Ramadhan dianggap intoleran, lalu, bagaimana dengan larangan Bupati tersebut? Ada yang memrotes? Ada yang menilai intoleran?
Bahkan, dalam gonjang-ganjing kasus Banten ini, muncul meme seperti gambar berikut ini di media sosial:
Hayoh, tah, kumaha? Apa jawab Menag? Paling tidak, apa jawaban orang yang pro-pernyatan Menang yang pertama? Hayooo……
Udah ah, nanti saya dibilang intoleran dan idiot lagi. Wasalam. (www.romeltea.com).*