Bahasa Jurnalistik disebut juga bahasa pers, bahasa media, bahasa koran, atau bahasa wartawan karena bahasa jurnalistik merujuk pada gaya bahasa yang digunakan pers, media, atau wartawan dalam menulis berita. Berikut ini pengertian dan karakteristik bahasa jurnalistik.
Penggunaan bahasa jurnalistik membuat sebuah berita atau tulisan di di media massa menjadi menarik, mudah dipahami, mudah dimengerti, enak dibaca, enak didengar, dan efektif-efisien.
Tulisan atau naskah berita yang tidak menggunakan bahasa jurnalistik akan tidak enak dibaca dan tidak mudah dipahami. Wartawan yang tidak menguasai bahasa jurnalistik bukan wartawan profesional alias masih amatir yang perlu banyak belajar lagi soal teknik jurnalistik.
Pengertian Bahasa Jurnalistik
Bahasa Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan oleh wartawan dalam menulis berita.
Dalam bahasa Inggris, bahasa burnalistik disebut “bahasa koran” (newspaper language) dan bahasa komunikasi Massa (language of mass communication).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa Indonesia, selain tiga lainnya, ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa ilmiah dan ragam bahasa sastra.
Dalam KBBI Online, bahasa jurnalistik disebut bahasa pers, yaitu ragam bahasa yang digunakan oleh wartawan yang memiliki sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, dan menarik.
Dalam buku Bahasa Media (Batic Press, 2008) saya mengartikan bahasa jurnalistik sebagai bahasa yang digunakan wartawan untuk menulis berita di media massa. Sifatnya komunikatif yaitu langsung menjamah materi atau pokok persoalan (straight to the point), tidak berbungabunga, dan tanpa basa-basi, serta spesifik yakni harus jelas dan mudah dipahami orang banyak, hemat kata, menghindarkan penggunaan kata mubazir dan kata jenuh, menaati kaidah-kaidah bahasa yang berlaku dan kalimatnya singkat-singkat.
Menurut Rosihan Anwar, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh wartawan. Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, jelas, sederhana, lugas dan menarik.
Bahasa jurnalistik didasarkan pada bahasa baku, tidak menganggap sepi kaidah-kaidah tata bahasa, memperhatikan ejaan yang benar, dalam kosakata bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan dalam masyarakat.
Menurut S. Wojowasito, pengertian bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian dan majalah-majalah. Dengan fungsi yang demikian itu, bahasa tersebut haruslah jelas dan mudah dibaca oleh mereka dengan ukuran intelek yang minimal.
Sehingga sebagaian masyarakat yang melek huruf dapat menikmati isinya. Walaupun demikian tuntutan bahwa bahasa jurnalistik harus baik, tidak boleh ditinggalkan.
Dengan kata lain bahasa jurnalistik yang baik harus sesuai dengan norma-norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang cocok.
Menurut JS Badudu (1988), bahasa jurnalistik atau bahasa suratkabar sebenarnya tidak berbeda dengan bahasa pada umumnya. Namun, bahasa jurnalistik harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik.
Sifat-sifat itu harus dipenuhi oleh bahasa surat kabar mengingat bahasa surat kabar dibaca oleh lapisan-lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya.
Mengingat bahwa orang tidak harus menghabiskan waktunya hanya dengan membaca surat kabar. Harus lugas, tetapi jelas agar mudah dipahami. Seseorang tidak mesti mengulang-ulang apa yang dibacanya karena ketidakjelasan bahasa yang digunakan dalam surat kabar.
Bagi Dewabrata, penampilan bahasa ragam jurnalistik yang baik bila ditengarai dengan kalimat-kalimat yang mengalir lancar dari atas sampai akhir, menggunakan kata-kata yang merakyat, akrab di telinga masyarakat sehari-hari, tidak menggunakan susunan yang kaku, formal, dan sulit dicerna.
Susunana kalimat jurnalistik yang baik akan menggunakan kat-kata yang paling pas untuk menggambarkan suasana
serta isi pesannya. Bahkan, nuanasa yang terkandung dalam masing-masing kata pun perlu diperhitungkan.
Karakteristik Bahasa Jurnalistik
Karakteristik bahasa jurnalistik digambarkan Morissan dengan ungkapkan “to be understood by the
truck driver while not insulting the professor’s intelligence” (untuk dimengerti oleh supir truk namun tanpa merendahkan kecerdasan sang professor).
Artinya, bahasa jurnalistik itu mudah dipahami semua kalangan dengan beragam tingkat intelektuaitas. Berikut ini ciri khas bahasa jurnalistik selengkapnya.
1. Hemat Kata
Hemat kata (economy of words) merupakan ciri utama bahas jurnalistik. Hemat kata maksudnya memilih kata atau kalimat yang pendek agar menghasilkan tulisan yang ringkas.
Penghematan kata dalam bahasa jurnalistik dilakukan dalam pemilihan kata dan kalimat yang lebih ringkas. Contoh:
- Pemilihan Kata: “kini” untuk “sekarang”, “bila” (apabila), “sekitar” (kurang lebih).
- Pemilihan Kalimat: “meneliti” untuk “melakukan penelitian”, “merugi” (mengalami kerugian), “memaksa” (melakukan paksaan).
Karena hemat kata, bahasa jurnalistik juga menghindari penggunan Kata Mubazir dan Kata Jenuh.
2. Lugas
Bahasa jurnalistik itu to the point, langsung ke pokok masalah, tidak berbelit-belit, apa adaya, dan menghindari basa-basi dan kata-kata indah atau kata-kata berona (colorful words), dan tidak bermakn ganda.
Bahasa jurnalistik yang lugas berbeda dengan bahasa sastra yang lebih mengutamakan keindahan. Contoh, bahasa jurnalistik akan menggunakan kata “menangis” ketimbang “menitikkan air mata”, “bahagia” (matanya berbinar-binar), “untuk/demi/guna” (dalam rangka), dan sebagainya.
3. Sederhana
Mudah dipahami pembaca, mulai dari orang awam hingga level guru besar. Bahasa jurnalistik memilih kata atau kalimat sederhana, yaitu memilih kata atau kalimat yang dipahami orang awam, paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang heterogen.
Setiap kata, istilah, atau kalimat dalam tulisan jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca.
Contoh, Valentino Rossi mengasapi Jorge Lorenzo bukan kalimat sederhana alias tidak umum, dibandingkan Valentino Rossi mengalahkan Jorge Lorenzo.
4. Hindari Jargon
Bahasa jurnalistik harus menghindari jargon, yaitu kata atau istilah yang hanya dimengerti dan dipahami oleh kalangan tertentu atau sebagian kecil pembaca, misalnya istilah akademis dan teknis.
Kalaupun jargon tidak bisa terhindarkan dalam penulisan berita, maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kurung.
5. Logis
Bahasa jurnalistik menggunakan kalimat logis, yakni perkataan yang masuk akal. Kalimat artinya perkataan. Logis artinya sesuai dengan logika, benar menurut penalaran, atau masuk akal.
Contoh kalimat logis a.l. mengajarkan mata kuliah Jurnalistik di kampus (bukan mengajar mata kuliah karena yang diajar adalah mahasiswa); Lalu-Lintas di Jalan Raya Macet (bukan jalan macet karena yang macet alias tidak bergerak itu kendaraan, bukan jalannya).
Kalimat logis juga bermakna terstruktur dengan baik sesuai dengan kaidah bahasa, yakni mengacu pada rumus Subjek – Predikat – Objek – Keterangan (SPOK), seperti Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan kampus, Jumat (2/12/2016).
6. Kalimat aktif
Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif. Kalimat aktif juga lebih dinamis dan “greget” ketimbang pasif. Misalnya, Banjir melanda Kota Bandung lebih baik ketimbang Kota Bandung dilanda banjir.
7. Egaliter
Bahasa jurnalistik memperlakukan semua orang sama atau sederajat. Bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa.
Contoh: wartawan menuliskan kata ganti “ia” atau “dia” untuk presiden hingga warga biasa. “Presiden datang ke Bandung. Ia ditemani sejumlah menteri.”
Bahsa jurnalistik menghindari penggunaan kata “beliau”.
Baca:
10 Pedoman Penulisan Bahasa Jurnalistik
Penerapan bahasa junalistik tergambar dalam 10 Pedoman Penulisan Bahasa Jurnalistik yang dikeluarkan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 10 November 1978.
1. Wartawan Indonesia secara konsekuen melaksanakan pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Hal ini juga harus diperhatikan oleh para korektor karena kesalahan paling menonjol dalam surat kabar sekarang ini ialah kesalahan ejaan.
2. Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim. Kalaupun ia harus menulis akronim, maka satu kali ia harus menjelaskan dalam tanda kurung kepanjangan/akronim tersebut supaya tulisannya dapat dipahami oleh khalayak ramai.
3. Wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefix. Pemenggalan kata awalan me- dapat dilakukan dalam kepala berita mengingat keterbatasan ruangan. Akan tetapi pemenggalan jangan sampai dipukulratakan sehingga merembet pula ke dalam tubuh berita.
4. Wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek. Pengutaraan pikirannya harus logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan dan kata tujuan (subjek, predikat, objek).
Menulis dengan induk kalimat dan anak kalimat yang mengandung banyak kata mudah membuat kalimat tidak dapat dipahami, lagi pula prinsip yang harus dipegang ialah “satu gagasan atau satu ide dalam satu kalimat”.
5. Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau stereotype yang sering dipakai dalam transisi berita seperti kata-kata sementara itu, dapat ditambahkan, perlu diketahui, dalam rangka.
Dengan demikian dia menghilangkan monotoni (keadaan atau bunyi yang selalu sama saja), dan sekaligus dia menerangkan ekonomi kata atau penghematan dalam bahasa.
6. Wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti adalah (kata kerja kopula), telah (penunjuk masa lampau), untuk (sebagai terjemahan to dalam bahasa Inggris), dari (sebagai terjemahan of dalam hubungan milik), bahwa (sebagai kata sambung) dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.
7. Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan campur aduk dalam satu kalimat bentuk pasif (di) dengan bentuk aktif (me).
8. Wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang terlalu teknis ilmiah dalam berita.
kalaupun terpaksa menggunakannya, maka satu kali harus dijelaskan pengertian dan maksudnya.
9. Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa.
10. Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang komunkatif dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi, bahasa, dan teknik persembahan.
Demikian pengertian dan karakteristik bahasa jurnalistik. Wasalam. (www.romeltea.com).*
Referensi: Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik dan Komposisi, Pradnya Paramita, 1984; Ras Siregar, Bahasa Jurnalistik Indonesia, (Jakarta: PT Pustaka Karya Grafika Utama, 1987); Jani Yosef, To Be A Journalist (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2009); Asep Syamsul M. Romli, Bahasa Media, Batic Press, Bandung 2008.