Media cetak, dalam hal ini koran (suratkabar), masih ada yang bertahan di tengah gempuran media online (media siber).
Demikian kesimpulan saya ketika membaca hasil survei terbaru Nielsen yang dikutip Bisnis.
Banyak koran atau suratkabar gulung tikar adalah fakta. Pelanggan koran menurun drastis, juga fakta. Orang “zaman now” lebih banyak membaca media online ketimbang media cetak, juga fakta.
Namun, masih banyak koran yang bertahan, juga fakta. Banyak koran yang masih hidup. Masih banyak juga pembaca koran.
Executive Director, Head of Media Business Nielsen Indonesia, Hellen Katherina, menuturkan, survei Nielsen Consumer & Media View (CMV) periode Oktober 2016-September 2017 menunjukkan, penetrasi media cetak saat ini adalah 8%.
Jumlah pembaca media cetak mencapai 4,5 juta orang. Dari jumlah ini, sekitar 83% di antaranya merupakan pembaca koran.
Sebanyak 74% profil pembaca media cetak di Indonesia berada di kategori 20-49 tahun yang sangat akrab dengan teknologi dan menjadi pembaca berita-berita versi online atau digital.
Disebutkan, kekuatan utama atau kelebihan media cetak (koran) dibandingkan media online adalah trust (kepercayaan).
“Koran menjadi media cetak yang paling banyak dibaca karena masyarakat memandang media tersebut paling bisa dipercaya dibandingkan yang lainnya,” ungkap Hellen.
“Ini menjadi value utama koran.”
Saya jadi ingat postingan saya sebelumnya: Jurnalistik Cetak Lebih Kredibel plus postingan saya di blog lain: Media Cetak Lebih Kredibel Ketimbang Media Online.
Ringkasnya begini, berita di media cetak (koran) lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan ketimbang media online karena memiliki tingkat akurasi dan verifikasi lebih tinggi.
Accuracy (keakuratan) selalu muncul dalam teori-teori kredibilitas media (media credibility). Akurasi merupakan faktor terpenting kredibilitas media.
Makin tidak akurat, maka kian tidak kredibel. Media cetak –koran, suratkabar, tabloid, majalah– memiliki tingkat akurasi lebih tinggi dibandingkan media online.
Akurasi membutuhkan proses. Di media cetak (printed media), sebuah berita tidak langsung dikonsumsi publik, tapi melalui proses editing, layout, proof reading, dan proses cetak sebelum menyebar.
Bahkan, seringkali layouter atau desainr grafis turut menambah akurasi pemberitaan, termasuk salah ketik.
Di media cetak, editing berita dilakukan secara berulang atau “berlapis”. Secara langsung oleh editor dan penyuntingan secara tidak langsung –seringkali “tidak sengaja”– oleh layouter. Untuk urusan “salah ketik” atau salah tulis, proof reader memainkan peran utama.
Karena proses panjang itulah, media cetak lebih kredibel ketimbang media online yang mengutamakan kecepatan dan seringkali mengabaikan akurasi. Tak jarang, media online menyebarkan berita palsu alias hoax.
Dalam Perceptions of Internet Information Credibility, Flanagin dan Metzger (2000) menjelaskan, media konvensional (cetak) menjalani proses verifikasi serta melakukan cek dan ricek terlebih dahulu sebelum sampai kepada publik.
Situs berita di internet (media online) tidak selalu melakukan langkah-langkah tersebut. Kahkan, karena mudah diedit bahkan dihapus kapan saja, berita media online bisa disajikan “asal-asalan”. Akurasi belakangan.
Hasil studi Flanagin dan Metzger menunjukkan situs internet memang kredibel, namun tidak seterpercaya media cetak.
“Overall, respondents reported they considered Internet information to be as credible as that obtained from television, radio, and magazines, but not as credible as newspaper information”
Media cetak mampu menyajikan berita lebih akurat, lengkap, dan mendalam karena wartawan dan editor (redaksi) memiliki waktu lebih panjang untuk mengecek kebenaran, akurasi, dan informasi latar (background information) untuk kelengkapan berita.
Karena proses yang “rumit”, karya jurnalistik cetak lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan (kredibilitas dan akuntabilitas).
Penggunaan bahasa jurnalistik diberlakukan secara ketat karena keterbatasan halaman/ruang atau sangat memengaruhi layout/tata letak.
Yang paling penting, media cetak memiliki keunggulan dalam pemenuhan etika jurnalistik dibandingkan media online.
Media cetak dianggap lebih mampu mencegah informasi yang tidak etis serta menyajikan berita secara lebih akurat dan berimbang karena proses editing yang lebih baik.
Fakta, media online sering mengutamakan kecepatan kerap tidak akurat. Fakta juga, media online, khususnya di Indonesia, berorientasi trafik atau jumlah pengunjung (visitors) yang berakibat menggejalannya jurnalisme umpan klik (clickbait journalism).
Seringkali berita dengan judul umpan klik justru “menipu” pembaca –isi berita tidak sesuai dengan judul. Judul berita media online pun kian menyebalkan: inilah, ini dia, wow, begini, ini komentar, ini reaksi…!
Soal kecepatan, media cetak memang kalah telak. Berita di koran itu berisi peristiwa yang terjadi kemarin atau besok-lusa. Beda dengan media online yang menyampaikan kabar secara real time.
Secara pribadi, saya sudah tidak lagi baca koran. Sudah tidak lagi berlangganan. Baru bisa baca koran kalau main ke kantor kelurahan atau ke tempat yang ada koran gratis baca. Wasalam. (www.romeltea.com).*