Media Online di Indonesia merapatkan barisan. Namun, para pengelola situs berita ini “terkotak-kotak” dalam beberapa organisasi atau forum.
Media-media online “papan atas” membentuk Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
Media-media online kelas “menengah-bawah” membentuk Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
Ada juga Asosiasi Mediaonline Indonesia (AMI), Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI), Ikatan Jurnalis Online (IJO), Asosiasi Media dan Jurnalis Online Indonesia (AMJOI), dan entah apa lagi.
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI)
Dilansir CNN Indonesia, AMSI dideklarasikan Selasa (18/4/2017) di Gedung Dewan Pers, Jakarta. Organisasi ini dibentuk oleh 26 pendiri dengan anggota mencapai 143 media digital.
AMSI ditargetkan menjadi wadah diksusi untuk mendorong jurnalisme siber yang tak hanya sesuai etik, tetapi juga adaptif terhadap perkembangan teknologi serta menghadirkan berita akurat serta sesuai dengan kode etik jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Media Siber.
AMSI akan memiliki kedudukan yang setara dengan stakeholder Dewan Pers yang sudah lebih dulu ada, seperti Serikat Penerbitan Pers (SPS), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), dan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).
Anggota AMSI a.l. detik.com, republika.co.id, kompas.com, tribunnews.com, liputan6.com, merdeka.com, cnnindonesia.com, viva.co.id.
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI)
Sehari sebelumnya, Senin (17/4/2017), sejumlah pengelola media online lainnya juga mendeklarasikan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
Diberitakan Analisa Daily, SMSI resmi diluncurkan di Jaya Suprana Institute, Jakarta.
SMSI didirikan di Jakarta 21 Maret 2017 dalam sebuah pertemuan yang dihadiri pemilik dan pengelola media massa berbasis internet dari sejumlah daerah di Indonesia.
Pemimpin Umum Rakyat Merdeka Online (RMOL) Teguh Santosa dipercaya memimpin SMSI hingga kongres pertama yang akan diselenggarakan tahun depan.
SMSI disebutkan sudah tersebar di 27 provinsi. Dalam deklarasinya disebutkan, AMSI merupakan sarana membangun media siber yang profesional. (Isi Deklarasi Serikat Media Siber Indonesia).
Selain didukung sejumlah tokoh pers, sejumlah tokoh non-pers juga dikabarkan turut bergabung SMSI, di antaranya Jaya Suprana, Yusril Ihza Mahendra, Ryaas Rasyid, Prita Kemal Gani, dan Rizal Ramli.
Bersama tokoh pers Dahlan Iskan dan pemilik jaringan media Chaerul Tanjung, tokoh-tokoh non-pers itu diberi kehormatan sebagai penasihat SMSI.
Saya belum mendapatkan data media online yang menjadi anggota SMSI, tapi tampaknya Rakyat Merdeka Online, Analisa Daily, dan Suara Merdeka tergabung di SMSI.
Asosiasi Media Online Indonesia (AMI)
Selain AMSI dan SMSI, sebelumnya juga organisasi media online bernama Asosiasi Media Online Indonesia (AMI) yang dideklarasikan di Jakarta 16 Januari 2017.
AMI dideklarasikan sebagai upaya memenuhi aspirasi para penggiat media yang mayoritas menggantungkan hidupnya sebagai jurnalis.
Dikabarkan, deklarasi diihadiri 36 perwakilan media online di wilayah Jabodetabek.
Anggota AMI antara lain situs Kabar Nasional, Jakartakita, Berita Nusantara, dan Harian Nasional.
Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI)
Selain AMSI, pada Oktober 2016 lahir pula Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI) yang dirintis oleh sekitar 10 wartawan senior yang juga pemilik media.
AMDI menjadi wadah organisasi bagi perkembangan media digital atau media online di Indonesia. Organisasinya saat ini telah membina lebih dari 150 media online atau media digital di seluruh Indonesia.
Media yang bergabung dalam AMDI di antaranya halloapakabar.com, eksekutif.com, detak.co, moneter.co, eksplorasi.id, industry.co, beritaenam.com, telegraf.co.id, indonews.id, editor.id, resourcesasia.id, surabayaonline.co, maduranews.id, malangvoice.com, batulicinnews.com, dan obsesirakyat.com.
Pembaca Hanya Peduli Konten Objektif & Berimbang
Pembaca media online seperti saya tidak peduli tentang organisasi media online –AMSI, SMSI, AMI, AMDI, dan entah apalagi.
Pembaca hanya peduli konten media online atau situs berita yang pemberitaannya objektif, berimbang, tidak ada framing, bukan berita “pesanan sponsor” ataupun berita yang sifatnya propaganda.
Pembaca hanya peduli dan percaya pada media yang independen, tidak dikendalikan kekuatan politik atau kelompok kepentingan tertentu.
Pembaca seperti saya juga benci judul-judul berita yang LEBAY dan ALAY, seperti media-media penganut Jurnalisme Umpan Klik (Clickbait Journalism).
Pembaca muak dengan judul-juduk bombastis, sensasional, dan isinya menipu pembaca. Jelas, pembaca juga muak dengan HOAX alias berita bohong.
Saya berharap, organisasi media online itu mendengarkan pendapat penulis Yahoo.com, David Pogue, yang menyebut clickbait atau “judul penggoda” (teaser headlines) untuk menaikkan pengunjung website itu sebagai penipuan terhadap pembaca karena isi berita tidak sesuai dengan harapan dan imajinasi mereka.
Pogue menyatakan, clickbait bukan jurnalistik yang baik. Menurutnya, headline atau judul berita yang baik itu transparan dan efisien, bukan “menyembunyikan” substansi berita demi mengejar trafik (What’s Behind Clickbait).
Clickbait juga disebut “bentuk terendah jurnalisme media sosial”: “Clickbait is the lowest form of social media journalism, full of sensationalized headlines, grumpy cats, and awful personal confessions.” (A History of Clickbait).
Rachel Parker dari Resonace Content, dalam posting “Just Say No to Click Bait” menggambarkan clickbait sebagai umpan pancing dan ikan. Wartawan digambarkan memancing (baca: menipu) ikan dan sang ikan tidak lain adalah kita, pembaca.
Parker menyebut clickbait sebagai “trik murahan untuk klik” dan itulah sebabnya pembaca harus mengatakan No to Clikckbait (Cheap Tricks for Clicks: Why You Should “Just Say No” to Click Bait).
Bisakah organisasi-organisasi media siber di atas memerangi jurnalisme umpan klik? Saya ragu. Wasalam. (www.romeltea.com).*